IDXChannel - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menegaskan perlu kebijakan tak lazim untuk mendongkrak lifting migas yang mandek.
Hal ini ia utarakan di hadapan Presiden Prabowo Subianto dalam acara Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA Convex) 2025, Rabu (21/5/2025).
Bahlil menyoroti saat ini ada 10 wilayah kerja yang sudah melewati rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) dan sudah disetujui namun mangkrak.
Padahal kapasitas produksinya disebut Bahlil bisa ditingkatkan sebesar 31.300 barel per hari dan ada juga 17 PoD aktif dengan potensi produksi 360 juta barel minyak dan 18.351 BCF (Billion Cubic Feet) gas.
"Maka Pak Presiden, dalam rangka mewujudkan apa yang Bapak perintahkan, maka kami dari Kementerian ESDM terpaksa melakukan hal-hal yang di luar kelaziman. Karena kalau hal-hal yang lazim, rasanya lifting kita akan seperti itu saja," kata Bahlil.
Lebih lanjut Bahlil menyampaikan beberapa langkah konkret yang dilakukan antara lain reformasi regulasi besar-besaran, percepatan proses perizinan, dan penghapusan perdebatan antara skema gross split dan cost recovery.
Ini lantaran ARR (Average Rate of Return) saat ini sudah ekonomis, rata-rata 13-17 persen sehingga tidak ada alasan lagi mempertanyakan keekonomian proyek.
Bahlil juga mengingatkan wilayah kerja yang sudah diserahkan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) tapi tidak digarap akan ditarik kembali oleh negara setelah lima tahun, sesuai dengan ketentuan undang-undang. Ini berlaku tanpa pandang bulu. Bahkan menurutnya, BUMN pun akan dikenai tindakan serupa jika tidak produktif.
"Di samping itu kami juga laporkan bahwa dalam rangka optimalisasi peningkatan lifting, kita tidak bisa lagi pakai cara-cara dulu. Kata Pak Purnomo, enggak bisa lagi kita pakai cara-cara dulu. Harus ada teknologi. EOR (Enhanced Oil Recovery) adalah salah satu alternatif teknologi dan sistem pengeboran yang tadinya vertikal sekarang horizontal," tambahnya.
Tak hanya fokus pada produksi, Bahlil juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam pengembangan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan penyimpanan karbon terbesar di dunia, terutama di Asia Pasifik.
"Kita di Indonesia kebetulan Allah memberikan hadiah kita bahwa kita salah satu negara di dunia yang mempunyai cadangan storage carbon capture yang salah satu terbesar di dunia. Untuk di Asia Pasifik Pak, kita paling terbesar. Nah ini sudah dimanfaatkan oleh BP sama Exxon. Aturannya sudah kita buat, PP-nya sudah, Permen-nya pun sudah," kata Bahlil.
(Febrina Ratna Iskana)