Beberapa ahli memperkirakan sekitar 60 persen dari 1,4 miliar populasi Cina – sekitar 10 persen populasi global – dapat terinfeksi COVID-19 dalam beberapa bulan mendatang, terutama ketika liburan Tahun Baru Imlek di mana banyak orang bepergian.
Sebagian besar populasi Cina juga tidak divaksinasi. Ada sekitar delapan juta warga Cina yang tidak divaksinasi berusia lebih dari 80 tahun dan lebih dari 160 juta lainnya menderita diabetes.
Amerika Serikat suarakan kekhawatiran
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan pada Senin (19/12) bahwa setiap kali virus menyebar, ia berpotensi bermutasi dan dapat "menimbulkan ancaman bagi orang di mana pun.”
"Kita telah melihat banyak permutasi yang berbeda dari virus ini dan tentu ini menjadi alasan lain mengapa kita fokus membantu negara-negara di dunia untuk mengatasi COVID,” katanya.
Price juga mencatat bahwa ada dampak ekonomi dari penyebaran COVID-19 yang merajalela tidak hanya untuk Cina, tapi untuk dunia yang lebih luas.
"Kenaikan infeksi virus ini menjadi perhatian seluruh dunia mengingat ukuran PDB Cina, mengingat ukuran ekonomi Cina,” kata Price dalam pengarahan harian di Departemen Luar Negeri.
Investor memang menyambut baik peralihan Cina dari kebijakan nol-COVID sebagai kabar baik bagi ekonomi dunia dalam jangka panjang. Namun, ada lebih banyak kkhawatiran akan dampak jangka pendek dari lonjakan kasus itu terhadap perdagangan dan industri.
(DKH)