IDXChannel - Lonjakan tajam imbal hasil US Treasury sebesar 1,6 % di bulan Februari sempat memicu peningkatan volatilitas pasar finansial global. Namun Bank Indonesia diyakini lebih siap dalam menghadapi volatilitas global tersebut.
Director & Chief Investment Officer - Fixed Income Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) Ezra Nazula mengakui lonjakan pada imbal hasil US Treasury memiliki dampak pada nilai tukar negara berkembang. Kenaikan US Treasury mendorong penguatan pada USD sementara negara berkembang yang tergantung pada pembiayaan eksternal akan terkena dampaknya.
Kondisi tersebut menyebabkan negara seperti Indonesia juga akan menjadi lebih rentan. "Namun jika dibandingkan dari periode sebelumnya, indikator makro ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan kesiapan yang jauh lebih baik dalam menghadapi volatilitas nilai tukar," ujar Ezra di Jakarta (12/3/2021).
Dia melihat data makro nasional menunjukkan Defisit neraca berjalan yang jauh mengecil sebesar -0.5% terhadap PDB di tahun 2020. Tingkat Credit default swap yang terus menurun. "Kekuatan cadangan devisa juga terus naik bahkan mencapai rekor tertinggi di bulan Februari sebesar USD139 miliar itu setara dengan pembiayaan 10 bulan impor," katanya.
Kondisi ini yang membuat kapasitas Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas Rupiah. Ditambah dengan meningkatnya utang Amerika Serikat melalui penerbitan US Treasury juga akan meredakan penguatan USD. "Peluang masuknya dana portofolio asing ke pasar uang Indonesia tentu akan dapat mendorong kembali apresiasi Rupiah," jelasnya. (TIA)