"Saran saya, kenaikan tarif tersebut penerimaannya perlu di-earmark untuk memperbaiki transportasi umum. Dengan pertimbangan kondisi politik terkini, agar kemudian tidak disalahpersepsikan untuk membiayai hal yang lain, seperti pembangunan IKN dan sebagainya," paparnya.
Fajry menyarankan, pemerintah untuk argumen kendaraan listrik jangan menggunakan kerangka kebijakan untuk memperbaiki kondisi lingkungan tapi lebih sebagai kebijakan industri (industrial policy).
"Dengan gap perbedaaan biaya kepemilikan yang semakin jauh antara kendaraan menggunakan combustion engine dengan kendaraan listrik, saya kira sudah cukup. Tidak usah menggunakan instrumen subsidi, biar subsidi hanya untuk transportasi umum," jelasnya.
"Saya berpendapat jika perlu, memperbanyak pelaku usaha kendaraan listrik agar masyarakat tidak curiga kalau kebijakan ini hanya menguntungkan pengusaha tertentu," tutup Fajry.
Sebelumnya, Luhut mengatakan, pemerintah punya opsi untuk menaikkan pajak kendaraan pribadi yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Luhut menegaskan, kenaikan pajak itu bertujuan agar pemerintah bisa mempunyai kapasitas fiskal yang lebih luas untuk membiayai atau berikan subsidi terhadap transportasi massal.
"Kami tadi rapat dan berpikir untuk menaikkan pajak untuk kendaraan sepeda motor non-listrik sehingga nanti itu bisa memberikan subsidi ongkos-ongkos seperti LRT atau kereta cepat," kata Luhut dalam sambutannya dalam sebuah video yang diputar pada peresmian peluncuran jenama dan produk kendaraan berbasis baterai Build Your Dreams (BYD).
Peningkatan pajak kendaraan konvensional itu juga diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi masal. Sehingga masalah polusi udara lewat kendaraan bisa berkurang.
"Dengan demikian, kita mencoba melihat ekuilibrium dan juga dalam konteks menurunkan polusi udara," tukas Luhut.
(FAY)