Namun kebanyakan orang Pakistan sedang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka karena inflasi mencapai angka 29 persen. Pemangkasan subsidi untuk mendapatkan dana IMF membuat harga bahan bakar mencapai rekor tertinggi dalam sejarah, demikian pula harga listrik, meskipun telah terjadi penurunan permintaan.
Prof. Syed Ali Hasanain di Lahore University of Management Sciences, mengatakan kepada VOA, penurunan nilai rupee yang berkelanjutan menunjukkan bahwa Pakistan sedang berjuang untuk memperbaiki krisis neraca pembayaran.
"Negara ini telah sejak lama mengimpor lebih banyak dari yang diekspor, sebagai konsekuensi dari pengabaian reformasi struktural selama beberapa dekade," ujar Hasanain.
Pakistan, yang berpenduduk sekitar 240 juta orang, sangat bergantung pada impor. Meskipun pembatasan impor membantu menyelamatkan cadangan dolar yang berharga, hal tersebut juga menyebabkan penurunan ekspor karena para produsen bergantung pada mesin-mesin dan bahan baku impor untuk produksi.
Tahun lalu Pakistan terguncang oleh banjir besar, ketidakstabilan politik yang parah, dan guncangan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
(DKH)