IDXChannel - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengaku sudah jenuh dengan ketetapan pemerintah soal penghentian peredaran minyak goreng curah yang tak kunjung terealisasi.
Pasalnya, sejak 2010 hingga 2021 sudah banyak industri yang merupakan anggota GIMNI telah melakukan investasi miliaran untuk mesin packing, namun mesin tersebut belum dapat digunakan dengan optimal sampai saat ini.
"Pas rentan waktu itu, sudah banyak industri kami anggota GIMNI yang melakukan investasi packing mesin karena kami kan ingin minyak gorengnya dalam bentuk kemasan sederhana. Tapi ketetapan penyetopan belum kunjung terealisasi. Maju mundur terus. Investasi ini bermiliar-miliar tapi nggak pernah dipakai," ungkap Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (24/11/2021).
"11 tahun loh kami nunggu. Anggota kami sudah jenuh. Sampai akhirnya Juni 2021 kemarin kami minta kepastian jangan mundur lagi dan bisa terealisasi pada 1 Januari 2022," ujarnya.
Adapun alasan dari desakan GIMNI, karena 25-28 persen minyak curah yang beredar di pasar tradisional berasal dari minyak jelantah. Menurut penelitian di beberapa negara, minyak goreng curah tidak baik untuk dikonsumsi karena dapat menyebabkan penyakit.
"Menurut pandangan kami, minyak goreng yang beredar dalam bentuk curah itu 25-28 persen asalnya dari jelantah yang diolah kembali. Dan menurut penelitian dari beberapa negara, minyak goreng curah itu dilarang karena menyebabkan penyakit. Makanya saya bilang, stop aja," kata Sahat.
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan sudah menggaungkan larangan peredaran minyak goreng curah mulai 1 Januari 2022 mendatang. Sahat menilai, ketetapan itu sudah tepat dilakukan terlebih di situasi sekarang ini.
Sahat pun berujar, minyak goreng curah bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti dialihkan menjadi bahan baku biodiesel. Sehingga meski 1 Januari 2022 minyak goreng tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi, setidaknya bisa berguna untuk hal lain.
"Kami dari GIMNI meminta minyak goreng curah di stop saja peredarannya dan meminta kepada kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memanfaatkan minyak curah ini jadi bahan baku biodiesel," tutur dia.
"Karena di negara lain itu dipakai untuk bahan bakar. Kenapa kita nggak begitu, kan sayang," cetusnya lagi. Maka dari itu, pengumuman Kementerian Perdagangan yang akan menghentikan peredaran minyak curah mulai 1 Januari 2022 ini sangat didukung oleh GIMNI.
Kendati demikian, ia mengingatkan, pengolah minyak sawit menjadi minyak goreng tidak hanya GIMNI, melainkan ada pula asosiasi lain seperti Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) dan perusahaan yang diluar asosiasi.
Untuk itu, menurut Sahat, perlu adanya gerakan dari Kementerian Perindustrian serta Perdagangan agar bisa memaksa pihak tersebut untuk mendukung langkah baik ini.
"Tapi kami mengingatkan, pengolah minyak sawit menjadi minyak goreng tidak hanya GIMNI, melainkan ada pula asosiasi lain seperti AIMMI dan perusahaan yang diluar asosiasi. Siapa yang tanggung jawab? Untuk itu kami minta kementerian perindustrian dan perdagangan bisa memaksa mereka supaya mereka bergerak," jelas pimpinan GIMNI.
"Kami mendesak ini karena kami ingin perusahaan makanan bisa menjamin kesehatan produk yang dihasilkan. Jangan hanya cari untung," pungkasnya.
(SANDY)