IDXChannel - PT Timah Tbk (TINS) hari ini mengumumkan Laporan Keuangan konsolidasi yang sudah diaudit dan berakhir pada 31 Desember 2021. Dalam Laporan Keuangan tersebut Perseroan berhasil membukukan kenaikan laba bersih 2021 sebesar 483% menjadi Rp1,3 triliun dibandingkan tahun 2020 yang rugi sebesar Rp341 miliar.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko TINS, M. Krisna Sjarif mengatakan, melesatnya performa Perseroan menjadi sebuah hadiah istimewa di tengah situasi pandemi yang belum berakhir.
"Namun tak menyurutkan optimisme Manajemen bahwa di tahun-tahun berikutnya kinerja Perseroan akan mampu lebih baik didukung pemanfaatan teknologi penambangan yang lebih berkualitas dan berbiaya rendah," ujar Krisna Sjarif dalam keterangan resmi di keterbukaan informasi BEI, Senin (14/3/2022).
Diharapkan dengan pemanfaatan teknologi Ausmelt yang akan beroperasi di semester kedua tahun ini diharapkan mampu menekan biaya produksi pembuatan logam timah, sehingga profitabilitas Perseroan akan semakin cemerlang di tengah iklim usaha yang semakin kompetitif.
Sementara itu, lonjakan laba bersih ditopang oleh penurunan beban pokok pendapatan. Sepanjang 2021, beban pokok pendapatan TIMAH turun 21% menjadi Rp11,17 triliun dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp14,09 triliun.
Kinerja Operasi Produksi bijih timah tahun 2021 sebesar 24.670 Ton Sn atau turun 38% dari tahun sebelumnya sebesar 39.757 Ton Sn, di mana sebesar 46% berasal dari penambangan darat, dan 54% berasal dari penambangan laut.
Pada tahun yang sama, produksi logam timah hanya mencapai 26.465 MTon atau turun 42% dari tahun 2020 sebesar 45.698 MTon. Dengan rerata harga jual logam timah yang melesat 89% menjadi $32.619, Perseroan membukukan penjualan logam timah sebesar 26.602 MTon atau turun 52% dari tahun sebelumnya sebesar 55.782 MTon.
Melesatnya harga komoditas timah di pasar internasional menjadi sebuah kesempatan istimewa bagi Perseroan, karena dengan biaya produksi yang rendah Perseroan mampu menjual komoditasnya di harga yang signifikan.
Berbanding lurus dengan laba bersihnya, EBITDA Perseroan naik 150% menjadi Rp2,90 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,16 triliun. Berkurangnya beban finansial akibat "deleveraging strategy" dan kemampuan Perseroan memilih sumber pendanaan berbiaya rendah menjadi salah satu faktor pendukungnya.