sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Nasib Minyak Sepanjang 2022, Tersengat Perang hingga Protes Anti-Lockdown China

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
29/11/2022 16:17 WIB
Nasib si emas hitam banyak dipengaruhi oleh peristiwa penting global tahun ini.
Nasib Minyak Sepanjang 2022, Tersengat Perang hingga Protes Anti-Lockdown China. (Foto: MNC Media)
Nasib Minyak Sepanjang 2022, Tersengat Perang hingga Protes Anti-Lockdown China. (Foto: MNC Media)

OPEC sebagai Playmaker Harga Minyak

Sehari setelah protes China, fluktuasi harga minyak kembali terjadi setelah perusahaan konsultan Eurasia Group menyebutkan potensi melemahnya permintaan dari China dapat memacu Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk memangkas produksi.

Investor juga terus menunggu dampak dari pembatasan harga yang direncanakan oleh negara G7 pada minyak Rusia yang dikabarkan gagal mencapai konsensus tentang pembatasan tersebut pada Senin (28/11).

Harga minyak kini terpantau pulih di sesi hari berikutnya pada Selasa (29/11) karena pasar bertaruh bahwa OPEC akan turun tangan untuk mengkondisikan harga.

Kartel minyak ini akan bertemu pada 4 Desember mendatang dan disinyalir akan menghasilkan keputusan pemangkasan produksi untuk mengendalikan pasar minyak yang bergejolak.

Sebelumnya, OPEC mengumumkan pemotongan pasokan 2 juta barel per hari pada bulan Oktober lalu untuk menaikkan harga. Pengumuman tersebut sempat menempatkan harga minyak mendekati USD100 per barel.

Sebelumnya, data Tradingeconomics melaporkan, harga minyak mentah Brent berjangka stabil di angka USD83 per barel hingga Selasa (29/11) karena prospek permintaan yang melemah dan spekulasi bahwa OPEC+ akan melakukan pengurangan produksi dalam pertemuan bulan Desember.

Harga Brent melonjak hampir 2% menjadi USD85,14 per barel, sementara West Texas Intermediate datar di sekitar angka USD78,62 per barel pada pukul 14.22 WIB hari ini (29/11).

Menurut Investing.com, Lonjakan harga minyak pada hari Selasa ini juga didukung oleh sentiment sinyal hawkish dari The Fed yang disebut juga memperburuk prospek permintaan.

Teranyar, The Fed mengisyaratkan tetap akan menaikkan suku bunga meskipun sebelumnya disebutkan ‘mayoritas’ pengambil kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut akan sedikit ‘kalem’.

Sinyal Hawkish dari The Fed pada Senin kemarin mendorong dolar dan mengindikasikan tekanan pada ekonomi AS, yang dapat mengurangi permintaan untuk minyak mentah.

Anggota The Fed James Bullard dan John Williams keduanya mengatakan bahwa bank sentral kemungkinan akan mulai memangkas suku bunga di tahun 2024, dan kenaikan suku bunga lebih lanjut diperlukan untuk memerangi inflasi.

Naiknya suku bunga AS dan ancaman berkurangnya permintaan minyak dari China digadang akan menjadi hambatan terbesar bagi pasar minyak tahun ini.

Sementara jika suku bunga terus naik, akan membuat penguatan dolar lebih lanjut, Kondisi ini bisa berpotensi membuat pengiriman minyak mentah jadi lebih mahal bagi negara importir utama.

Berbagai ketidakpastian ini bisa jadi membuat harga minyak akan sulit mencapai all time high-nya seperti di awal tahun ini. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Berita Rekomendasi

Berita Terkait
Advertisement
Advertisement