G20 Momentum Redefinisi Kerja Sama RI-Australia
Kontraksi paling dalam neraca dagang dengan negara G20 terjadi antara RI dan Australia. Nilainya mencapai minus USD 5,33 miliar dengan penyumbang terbesar dari sektor serealia atau biji-bijian sebesar minus USD0,2 miliar, bahan bakar mineral minus USD0,12 miliar dan binatang hidup minus USD62 juta.
Impor RI dari negeri Kanguru tercatat USD791 juta sementara ekspor hanya mencapai USD257,2 juta.
Sebelumnya, presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak Perdana Menteri Australia Anthony Albanese untuk dapat bekerja sama mengembangkan baterai listrik untuk kendaraan ramah lingkungan.
"Hilirisasi industrialisasi bahan-bahan mentah yang kita miliki memang harus kita stop untuk mendapatkan nilai tambah di dalam negeri baik yang berkaitan dengan pendapatan negara dan berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja," ungkap Jokowi dalam sambutannya di B20 Summit Indonesia 2022, Bali, Senin (14/11/22).
Menurut Jokowi, Indonesia sudah memulai dengan nikel dalam rangka membangun sebuah ekosistem besar EV battery, baterai listrik untuk kendaraan listrik.
"Saya hanya menawarkan kepada prime minister Anthony Albanese di Australia ada litium, kita punya nikel kalau digabung sudah jadi baterai mobil listrik," jelas Jokowi.
Indonesia memiliki nikel dan Australia memiliki litium, Presiden Jokowi menyebut sangat cocok untuk bekerja sama menghasilkan baterai listrik.
Namun, sepertinya Indonesia perlu mendefinisikan ulang konsep perdagangan dengan negara tetangga ini. Mengingat perdagangan antara kedua negara seringkali tidak menguntungkan buat Indonesia.
Sebelumnya, kedua negara telah menyepakati Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), yaitu perjanjian dagang non tarif yang diharapkan memperkuat hubungan kedua negara.
Sayangnya, neraca perdagangan RI-Australia selalu minus. Di tahun 2019 sebelum Pandemi Covid-19 menyerang, neraca dagang RI dengan Australia bahkan minus USD1,21 miliar.
Bahkan IA-CEPA disebut memperdalam defisit perdagangan antara Indonesia dan Australia. Terlihat data dari 2014 hingga 2018, tren defisit neraca dagang kedua negara meningkat hingga 50,05% atau defisit hingga USD3miliar USD pada tahun 2018.
Pada KTT G20 kali ini, menjadi momen krusial bagi Indonesia untuk menunjukkan bargain dengan Australia. Agar perdagangan antar kedua negara dapat menemukan win-win solution, bukan hanya menguntungkan satu pihak saja. (ADF)