"Itu sebabnya Australia marah, karena merasa kok Indonesia bisa. Ya kita bisa, bangsa ini hebat kok," sambungnya.
Oleh sebab itu, Luhut optimistis pendapatan Indonesia lewat komoditas nikel itu pada 2028 bisa tembus USD75 miliar atau setara dengan Rp1.221 triliun.
Sebab, menurutnya, lewat kebijakan hilirisasi, terutama untuk komoditas nikel yang diekspor, nantinya tidak lagi berupa bahan mentah, tapi barang setengah jadi atau jadi yang memiliki harga lebih besar ketimbang sekadar berjualan bahan baku saja.
"Tahun 2028 saya kira (ekspor nikel) bisa dekat USD75 miliar, karena kita sudah produksi kobalt, prekursor, katoda, sel baterai dan lain sebagainya," ujar Luhut.
(YNA)