Kedua, instruksi yang diberikan kepada Menteri Agama, yaitu mensyaratkan calon jamaah umrah dan jamaah haji khusus menjadi peserta aktif JKN.
"Persoalan yang muncul adalah, ketika PMI dan para Jemaah ahji dan umrah menjadi peserta aktif dengan membayar iuran JKN, lalu mengalami sakit di luar negeri, apakah PMI dan Jemaah haji dan umrah mendapat pelayanan JKN?," tambah Timboel.
Hingga saat ini sesuai regulasi yang ada, program JKN belum bisa melayani pesertanya di luar negeri yaitu membiayai pelayanan kuratif bagi peserta JKN yang sakit. Jadi bila PMI dan calon jamaah umrah dan jamaah haji khusus diwajibkan menjadi peserta aktif JKN, lalu mereka sakit, JKN tidak bisa membiayai pelayanan kuratif mereka, karena BPJS Kesehatan tidak bekerjasama dengan RS di luar negeri.
Kecuali bila ada regulasi baru yang bisa memposisikan BPJS kesehatan dapat membiayai pelayanan JKN di luar negeri, yaitu bisa diperlakukan dengan mengacu pada regulasi di Perpres no. 82/2018 yang mengatur pembiayaan dengan reimbursemen bila di suatu daerah tidak ada fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
"Kalau disuruh bayar iuran tapi selama di luar negeri tidak dapat pelayanan kuratif bila sakit, apa manfaatnya buat PMI dan jemaah haji atau umrah, padahal UU SJSN mengamanatkan peserta berhak dapat manfaat JKN," ungkapnya.