Para lembaga tersebut bahkan harus meningkatkan penggunaan dalam negeri, membina dan mengawas produk dalam negeri, serta memberi penghargaan atas penggunaan produk dalam negeri. Hal itu karena menggunakan produk dalam negeri bagi lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, dan satuan kerja perangkat daerah lainnya menggunakan dana APBN atau APBD dalam melakukan pengadaan barang dan jasa. Sumber pendanaan serupa juga berlaku bagi BUMN atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
Bagian lain dalam PP Nomor 29 Tahun 2018 juga menjelaskan, dalam proses pengadaan barang dan jasa, pejabat juga wajib mencantumkan persyaratan produk dalam negeri dalam penyusunan dokumen pengadaan barang atau jasa. Selain itu, pengguna produk dalam negeri harus mencantumkan preferensi harga atas produk dalam negeri yang memiliki nilai TKDN lebih besar atau sama dengan 25 persen.
"Produk dalam negeri wajib digunakan harus memiliki nilai TKDN paling sedikit 25 persen," tulis Pasal 61 aturan tersebut.
Lebih jauh, proses pengadaan barang dan jasa yang memenuhi ketentuan nilai TKDN dan bobot manfaat perusahaan pun dilakukan melalui skema tender atau pembelian langsung secara elektronik yang didasarkan pada aturan perundang-undangan.
Dalam kasus Pertamina, Luhut mencatat, perseroan ngawur perihal pembangunan pipa. Dimana, manajemen perseroan masih mengimpor pipa yang sebenarnya sudah bisa diproduksi di dalam negeri. (TIA)