sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Pajak Karbon Akan Diterapkan, Luhut: Listrik PLTU Batu Bara Tak Lagi Murah

Economics editor Azhfar Muhammad
24/02/2022 19:57 WIB
Pengenaan pajak karbon yang akan diterapkan pemerintah dapat membuat listrik PLTU batu bara tak lagi murah.
Pengenaan pajak karbon yang akan  diterapkan pemerintah dapat membuat listrik PLTU batu bara tak lagi murah. (Foto: MNC Media)
Pengenaan pajak karbon yang akan diterapkan pemerintah dapat membuat listrik PLTU batu bara tak lagi murah. (Foto: MNC Media)

IDXChannel — Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pengenaan pajak karbon yang akan  diterapkan pemerintah dapat membuat listrik PLTU batu bara tak lagi murah.

Menko Luhut mengatakan Pajak karbon lahir melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang digunakan sebagai instrumen pengendali perubahan iklim dan tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. 

"Pengenaan tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Ketentuan ini akan mengubah posisi PLTU dari pembangkit listrik paling murah menjadi pembangkit yang mahal," ujar Menko Luhut dalam webinar virtual Kamis, Kamis (24/2/2022). 

Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

“Kebijakan ini menjadi bukti bahwa pemerintah berkomitmen menggunakan berbagai instrumen fiskal untuk membiayai pengendalian perubahan iklim sebagai agenda prioritas pembangunan,” urainya. 

Sebagai tahap awal, pajak karbon akan diterapkan menggunakan mekanisme pajak berdasarkan batas emisi pada sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara pada 1 April 2022.

“Untuk rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 milik PLN menargetkan persentase bauran energi baru terbarukan sebesar 52 persen pada 2030,” katanya.

Dia memaparkan, daam  kurun waktu 10 tahun ke depan, persentase energi hijau akan didominasi oleh pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 25,6 persen dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 11,5 persen. 

"Mulai 2031 tidak lagi pemakaian pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan dimulainya penghentian pengoperasian PLTU secara bertahap dengan harapan pada 2060 sudah tidak lagi PLTU batu bara yang beroperasi," pungkas Luhut.

Sebagai catatan, Pemerintah membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk berpartisipasi dalam mengembangkan energi baru terbarukan dan memperkirakan kepemilikan swasta akan mencapai 64 persen dari pembangkit yang beroperasi pada 2030. (TIA)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement