Jaja menambahkan, selain antrian panjang masyarakat yang membahayakan pandemi sudah tidak ada lagi, SVN juga memberikan kebanggaan tersendiri karena Desa Pangandaran satu tingkat lebih baik dari desa lainnya.
"Untuk itu, kami sudah berencana anggarkan Rp300 juta dari APBD 2021 untuk peningkatan layanan Smart Village ini. Kami ingin bangun Smart Pole, ada banyak CCTV sehingga bisa lakukan pengawasan lingkungan, mantau kemacetan, dan lakukan perbaikan-perbaikan layanan ke masyarakat," ujar dia.
Sejumlah layanan SVN lain seperti e-Posyandu dan eMonev juga sudah coba digunakan di desanya. Akan tetapi, keterbatasan pandemi dan sumber daya manusia, membuat keduanya masih belum optimal, seperti simpeldesa.
Di Desa Pangandaran, sambung dia, capaian yang menguntungkan pemerintah desa dicapai melalui digitalisasi UMKM melalui iKAS (kasir digital) serta Elok (Elektronik Loket) Desa. Per Juni 2021, IKAS sebagai solusi pencatatan transaksi UMKM (Point of Sales/POS) telah mencatat transaksi UMKM sebesar Rp800 juta lebih. Menurut dia, dengan total 11,2 ribu penduduk yang separuhnya adalah pengusaha jasa pariwisata dan nelayan, maka aplikasi digital tersebut memudahkan keseharian mereka. Itupun dengan total pengguna relatif belum banyak dibandingkan potensinya namun sudah terasa manfaatnya.
Rekapitulasi transaksi Smart Economy lima desa percontohan atau Gross Transaction Value (GTV) iKAS di bulan Oktober 2020 sudah mencapai Rp197 juta, Januari 2021 (Rp467 juta), April 2021 (Rp1,3 miliar), dan terakhir Juni 2021 (Rp2,2 miliar). Di sisi lain, penerapan loket wisata (eLok) di Desa Sambirejo dan Desa Kemuning, tercatat total Rp75 juta. Namun sejak Januari 2021, empat bulan setelah rilis, naik ke Rp235 juta, April 2021 (Rp455 juta), dan terakhir Juni 2021 (Rp732 juta).