sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Panasnya Harga Beras di Tengah Gelontoran Bansos dan Impor

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
22/02/2024 18:30 WIB
Masyarakat digegerkan dengan meroketnya harga beras ditambah kelangkaan pasokan di pasaran selama sebulan terakhir.
Panasnya Harga Beras di Tengah Gelontoran Bansos dan Impor. (Foto: MNC Media)
Panasnya Harga Beras di Tengah Gelontoran Bansos dan Impor. (Foto: MNC Media)
  1. Penyaluran Bansos

Menghadapi mahalnya dan langkanya pasokan beras dalam negeri, pemerintah Indonesia bergegas menyalurkan bantuan sosial (bansos) di awal tahun 2024.

Namun demikian, para pengusaha memandang pemberian bansos beras tidak efektif untuk menurunkan harga beras secara signifikan.

Stok cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 1,4 juta ton juga dianggap tidak mampu mengintervensi harga beras hingga akhir tahun ini.

Informasi saja, pemerintah kembali mengucurkan bansos dengan realisasi sebanyak 1.494.441 ton. Detailnya, tahap I sebanyak 640.590 ton (Maret-Mei 2023) dan tahap II sebanyak 853.851 ton (September-Desember 2023).

Data Bulog per 6 Februari 2024, realisasi penyaluran bantuan beras sepanjang 2024 mencapai 179.149 ton. Sementara realisasi untuk 2023 secara total mencapai 1,49 juta ton untuk tahap I dan tahap II.

Penyaluran bansos ini juga diduga membuat terjadinya kelangkaan beras di pasaran. Anggota Komisi XI DPR RI Hidayatullah menilai kebijakan pemerintah yang melakukan jor-joran bansos beras diduga menjadi salah satu penyebab harga beras mahal dan stok langka di pasaran.

“Pemerintah harus segera mengatasi, apalagi disinyalir jor-joran bansos beras juga merupakan penyebab beras langka. Rakyat mengeluh harga makanan terus melonjak naik, masalah ini terkait tata kelola yang masih semrawut kemudian data pangan yang tidak akurat hingga insentif bagi petani berkurang, terbukti beras produksi Indonesia menjadi yang termahal di antara negara produsen beras,” kata Hidayatullah, Sabtu (17/2/2024).

Impor Menggila

Untuk mengatasi kebutuhan defisit ini, pemerintah melalui Bapanas menugaskan Perum Bulog untuk  melakukan impor beras sebesar 2 juta ton  pada 2024 ditambah 1,5 juta ton pada 2023.

Namun demikian, sebagai net importir beras, kenaikan harga beras global, ditambah melemahnya nilai tukar rupiah akibat era suku bunga tinggi akan membebani nilai impor yang bisa dipastikan akan meroket.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, kebijakan tersebut merupakan alternatif pahit yang harus ditempuh dalam kondisi produksi padi nasional yang tengah mengalami penurunan akibat perubahan iklim El Nino. 

Dalam beberapa bulan terakhir pada tahun 2023, dampak El Nino baru dirasakan dua hingga tiga bulan setelahnya. Penurunan produksi tersebut mengakibatkan terjadinya defisit bulanan neraca beras pada Januari dan Februari di 2024 ini.  

"Importasi ini merupakan alternatif pahit, tapi harus kita lakukan. Kita sama-sama ketahui kondisi produksi padi nasional menurun akibat dampak climate change dan El Nino. Dampaknya kita rasakan beberapa bulan setelahnya, sehingga awal 2024 ini terjadi defisit bulanan neraca beras,” ungkap Arief dalam keterangan pers pada Selasa (16/1/2024) di Jakarta. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia melakukan impor beras sebanyak 443,91 ribu ton per Januari 2024. Volume impor beras ini bahkan sudah melampaui volume impor tahunan saat pandemi Covid-19 sepanjang 2020, 2021, dan 2022. Tahun lalu, impor beras tembus 3,06 juta ton, tertinggi sejak 2014. (Lihat grafik di bawah ini.)

Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mencatat, impor beras Januari 2024 juga hampir dua kali lipat lebih banyak dibanding Januari 2023 yang volumenya 243,66 ribu ton.

Dalam satu terakhir, ada kecenderungan terjadi lonjakan impor beras pada tahun-tahun menjelang Pemilu, yakni pada 2018 dan 2023.

Amalia pun menilai pola kenaikan atau penurunan volume impor beras nasional sulit dipetakan.

"Impor beras ini tergantung kepada kebijakan, sehingga pola-pola impornya tidak ada yang bisa kami ketahui secara pasti, karena tergantung dari kebijakan impor yang ditetapkan pemerintah," kata Amalia dalam konferensi pers, Kamis (15/2/2024).

Meski demikian, menurut Amalia beras impor ini tidak langsung dilepas ke pasar, tapi mengikuti kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

"Impor beras ini tergantung kepada kebijakan, sehingga pola-pola impornya tidak ada yang bisa kami ketahui secara pasti, karena tergantung dari kebijakan impor yang ditetapkan,” kata Amalia dalam konferensi pers, Kamis (15/2/2024).

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement