IDXChannel - Kemarahan Presiden Joko Widodo terkait belanja pemerintah yang rupanya masih didominasi produk impor dinilai sangat wajar dan memang sudah semestinya. Parahnya, masih kerap ditemukan di lapangan bahwa praktik impor masih tetap dilakukan bahkan untuk jenis produk yang sudah bisa dibuat oleh produsen dalam negeri.
Padahal bila anggaran belanja tersebut dialihkan ke produsen nasional, diyakini bakal mampu membawa dampak berganda (multiplier effect) yang sangat signifikan, baik bagi dunia usaha domestik, maupun kinerja perekonomian nasional secara keseluruhan. Pasalnya, nilai anggaran belanja pengadaan barang dan jasa di tingkat pemerintah pusat diketahui mencapai hampir Rp1.500 triliun.
"Kita tahu anggaran ini cukup besar, ya. Hampir Rp1.500 triliun. Jadi jangankan 80 persen, andai 40 persen saja dialokasikan ke produk lokal, jelas ini akan memberikan multiplier effect yang sangat besar," ujar Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto, dalam Market Review IDX Channel, Selasa (29/3/2022).
Secara rinci, menurut Eko, anggaran belanja pengadaan barang dan jasa di tingkat pemerintah pusat besarnya mencapai Rp 526 triliun, di pemerintah daerah Rp 535 triliun, dan di lingkung Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencapai Rp 420 triliun. Dengan begitu, maka total belanja pengadaan barang dan jasa pemerintah mencapai Rp1.481 triliun.
"Dengan menekan impor, maka otomatis pertumbuhan ekonomi akan naik karena industri dalam negeri berkembang. Tak hanya itu, industri tersebut juga tidak hanya tumbuh sendiri. aliran transaksinya ke mana-mana, bisa menggerakkan UMKM hingga tenaga kerja," tutur Eko.