IDXChannel - Ketentuan pajak digital yang tercantum pada Pasal 32A UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dinilai berpotensi mendisrupsi potensi pertumbuhan ekonomi digital.
Pasal tersebut menyatakan Menteri Keuangan menunjuk pihak lain untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran dan/atau pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pihak lain dimaksud yaitu pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi.
Direktur Eksekutif Indonesia Services Dialogue (ISD) Devi Ariyani mengatakan setidaknya terdapat tiga sisi yang akan memperoleh dampak tersebut, yakni platform atau pelaku usaha karena mereka harus menyiapkan sistem dan melaporkan pajak yang dipungut, kemudian kepada merchant yang ada di platform, dan yang ketiga pemerintah.
"Harus ada sosialisasi terkait aturan ini, tentang bagaimana cara mainnya karena peraturan ini akan mengubah tatanan perpajakan yang selama ini sudah berjalan" ucapnya dalam media gathering ISD, Rabu (21/9/22).
Devi menegaskan UU HPP, khususnya terkait pengenaan pajak bagi platform marketplace ini sebaiknya tidak diaplikasikan secara terburu-buru. Lebih lanjut, menurutnya, pemungut pajak juga harus melihat kesiapan karena potensi dampaknya tidak saja ke pelaku usaha tapi juga terhadap merchant yang ada di dalamnya.
"Dan jika nanti ada kesalahan seperti pemungutan terhadap pihak yang sebenarnya belum PKP siapa yang akan bertanggung jwab nantinya, harus jelas," tutur Devi.
"Jadi aturan ini harus diterapkan dengan mekanisme yang sesuai agar efektif dan berkelanjutan," ucap dia.