IDXChannel - Periode 2021 mencatatkan sistem perpajakan baru di Indonesia, dimana RUU HPP sah ditetapkan menjadi UU pada 7 Oktober 2021 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi Undang-undang dimana hal tersebut mengubah sejumlah poin pada sistem pajak Indonesia. Diantaranya adalah besaran tarif PPN, NIK jadi NPWP, hingga tax amnesty jilid II.
Berikut detail dari poin perubahan terkait disahkannya UU HPP.
1) Perubahan Tarif PPN Bertahap
Dengan keputusan ini, Pemerintah segera menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara bertahap. Menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan 12 persen mulai 1 Januari 2025. Artinya tarif PPN sebesar 10 persen yang telah ditetapkan selama bertahun-tahun hanya akan berlaku hingga kuartal I-2022. Setelahnya akan naik dan kenaikan akan dibebankan kepada masyarakat atau konsumen.
2) Ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) Berubah
Ketentuan tarif pajak 5% yang sebelumnya hanya Rp50 juta, dalam UU HPP terbaru ini diubah menjadi Rp60 juta setahun.
Selain itu, UU HPP juga mengharuskan para orang kaya yang memiliki pengajasilan Rp5 miliar lebih untuk membayar lebih pajak hingga 35% dari tarif sebelumnya 30%. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan Rp60 juta akan dikenakan pajak sebesar 5%.
Sementara itu, untuk seseorang yang memiliki penghasilan Rp60 sampai sampai Rp250 juta dikenakan pajak sebesar 15%. Sedangkan tarif PPh Badan atau perusahaan tidak jadi dinaikkan atau tetap 22 persen pada tahun depan.
3) NIK Jadi NPWP
Mengacu pada UU HPP Bab II pasal 2 ayat (1a) dan pasal 2 ayat (10), bahwa data kependudukan akan di integrasikan dengan data wajib pajak.
"Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan nomor induk kependudukan," tulis UU HPP Bab II Pasal 2 (1a), yang dikutip MNC Portal, Jumat (8/10/2021).
Jadi pemerintah akan menggunakan NIK sebagai NPWP. Meski demikian, hal ini bukan berarti semua warga negara Indonesia (WNI) yang punya NIK akan dikenakan pungutan pajak karena tetap akan melihat ketentuan penghasilan dan syarat perpajakan yang berlaku.
Pasal 2 (10) tersebut juga menyatakan teknis pengintegrasian data kependudukan dengan data wajib pajak akan dilakukan lintas kementerian.