sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Pelaku Industri Tekstil Menjerit, Produksi Menurun hingga Berujung PHK

Economics editor Ikhsan Permana SP/MPI
25/09/2023 10:15 WIB
Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB)  mengungkap pasar domestik saat ini tengah kebanjiran produk tekstil impor yang harganya di bawah pasaran. 
Pelaku Industri Tekstil Menjerit, Produksi Menurun hingga Berujung PHK. (Foto: MNC Media)
Pelaku Industri Tekstil Menjerit, Produksi Menurun hingga Berujung PHK. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB)  mengungkap pasar domestik saat ini tengah kebanjiran produk tekstil impor yang harganya di bawah pasaran. 

Ketua IPKB Nandi Herdiaman mendorong adanya pengetatan impor karena berdampak pada rendahnya penjualan produk lokal termasuk yang saat ini terjadi di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

"Imbasnya terjadi penurunan produksi bukan cuma 1 atau 2 pabrik, bahkan ribuan. Ditambah dampak pengangguran bahkan hingga jutaan," kata Nandi dalam diskusi bersama Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) dikutip dari keterangan tertulis, Senin (25/9/2023).

Menurut Nendi, UMKM tekstil sudah memproduksi sesuai dengan permintaan pasar, tetapi akhir-akhir ini marak impor barang-barang tersebut membuat bahan menumpuk. 

"Kami kesulitan menjual hampir 1,5 juta meter bahan menumpuk di pabrik sementara produksi masih berjalan. Kami juga tidak tahu sampai kapan masih bisa produksi, mohon bantuan untuk perlindungan pasar kami," ucapnya.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan, saat ini perdagangan global memang sedang tidak baik-baik saja. 

China yang merupakan produsen atau manufaktur besar dunia, banyak barangnya yang tak terserap di negara-negara besar seperti di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Sehingga mereka berusaha mencari pasar baru yang trade barrier-nya lemah.

"Jangan sampai Indonesia hanya dijadikan market, karena Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar nomor empat dunia. GDP kita masih lebih baik dan inflasi Indonesia cukup terkontrol dibanding negara lain. Tak heran Indonesia dibidik menjadi salah satu pangsa pasar. Jika tidak pintar-pintar memasang trade barrier, ekosistem ini akan hancur berimbas ke hulu," katanya.

Menteri Teten menilai, praktik predatory pricing di social commerce menjadi penyebab menurunnya permintaan terhadap industri tekstil.

"Saya mendapat informasi ada indikasi marak impor pakaian jadi maupun produk tekstil yang tak terkendali. Harga yang murah ini adalah predatory pricing di platform online, memukul pedagang offline dan dari sektor produksi konveksi juga industri tekstil dibanjiri produk dari luar yang sangat murah," ujar Menteri Teten.

Menurut Teten, penurunan permintaan telah menekan omzet bahkan lebih lanjut berdampak pada penurunan produksi dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pegawai UMKM

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Barat (Jabar) Rachmat Taufik G menambahkan, angkata kerja di Jabar mencapai 24 juta orang, sebesar 70 persennya bukan dari pekerja formal. Akibat banyak pabrik menurun kapasitas produksinya lantaran menurunnya daya beli, semakin menambah ancaman PHK. 

"PHK secara resmi kecil, tetapi dari data BPJS Ketenagakerjaan yang mengambil JHT artinya yang tak bekerja lagi mencapai lebih dari 150 ribu orang," beber Rachmat.

(SLF)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement