Menurutnya, beban selisih kurs selama ini lebih banyak ditanggung BUMN seperti PLN dan Pertamina, sementara sektor keuangan justru memperoleh keuntungan.
“Stabilitas keuangan PLN harus didukung dengan kebijakan fiskal dan moneter yang konsisten, agar tidak menimbulkan beban tambahan dari luar sistem manajemen perusahaan,” kata Defiyan.
Selain itu, hingga semester I-2025, total utang PLN mencapai Rp734,26 triliun, terdiri dari utang jangka pendek Rp195,12 triliun dan utang jangka panjang Rp539,14 triliun.
Defiyan menyebutnya tidak sepenuhnya tepat jika dianggap sebagai beban harian. Sebab, berisiko menimbulkan disinformasi publik.
“Utang korporasi tidak bisa disamakan dengan utang pribadi atau rumah tangga, karena memiliki struktur dan fungsi yang berbeda,” ujar dia.