sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Pemerintah-Influencer Heboh, Menakar Peluang RI Selamat dari Resesi

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
19/10/2022 14:49 WIB
Narasi resesi membuat orang ragu dan khawatir. Juga menyebabkan orang akan berada pada sikap menunggu dan melihat (wait and see).
Pemerintah-Influencer Heboh, Menakar Peluang RI Selamat dari Resesi. (Foto: MNC Media)
Pemerintah-Influencer Heboh, Menakar Peluang RI Selamat dari Resesi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Akhir-akhir ini, sosial media menjadi riuh dengan topik pembahasan ekonomi. Terutama terkait tema resesi yang digaungkan akan terjadi tahun depan.

Narasi tersebut bermula dari pemerintah yang rajin menyoroti potensi resesi tahun depan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sebuah kesempatan pada Senin, (3/20), misalnya, mengatakan kepada awak media kondisi ekonomi dunia bakal gelap tahun depan.

Menurutnya, dunia sedang berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja imbas sederet lembaga keuangan internasional menyebutkan tahun depan keadaan ekonomi akan makin gelap.

“Ekonomi dunia tahun depan, memang semua lembaga-lembaga internasional menyampaikan dalam posisi yang tidak baik. Dalam posisi yang lebih gelap," katanya, dikutip Senin (3/10/2022).

Selain Jokowi, di kesempatan konferensi pers APBN KiTa, Senin (27/9), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati juga menyebutkan ekonomi dunia akan masuk jurang resesi di tahun 2023. Kondisi ini seiring tren kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan sebagian besar bank sentral di dunia secara bersamaan.

Menurut Sri Mulyani, proyeksi resesi ekonomi di tahun depan mengacu pada studi Bank Dunia yang menilai kebijakan pengetatan moneter oleh bank-bank sentral akan berimplikasi pada krisis pasar keuangan dan pelemahan ekonomi.

"Kalau bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersama-sama, maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023," ujar Sri Mulyani.

Narasi resesi pun semakin mendapatkan megaphone-nya dari influencer yang ramai membahas soal resesi ekonomi dan mencoba untuk menjelaskan apa itu resesi ekonomi hingga apa saja yang perlu dilakukan dalam konteks ekonomi di tahun 2023.

Sebelumnya, beberapa lembaga internasional memang meramalkan bahwa kondisi ekonomi global di tahun depan akan muram, ditandai dengan melambatnya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).

Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan global melambat dari perkiraan 6,1% pada 2021 menjadi 3,6% pada 2022 dan 2023. Lebih rendah 0,8 dan 0,2 poin untuk 2022 dan 2023 dibandingkan proyeksi pada Januari 2022.

Menurut Bank Dunia, pertumbuhan PDB global akan melambat menjadi 0,5% pada tahun 2023 di mana kondisi ini akan memenuhi definisi teknis resesi global.

Lembaga Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahunan hanya 2,2% pada 2023.

Dibandingkan dengan perkiraan OECD dari Desember 2021, sebelum agresi Rusia terhadap Ukraina, PDB global saat ini diproyeksikan menjadi setidaknya USD2,8 triliun lebih rendah pada tahun 2023.

Faktor utama yang memperlambat pertumbuhan global adalah pengetatan kebijakan moneter secara umum, didorong oleh target inflasi yang melampaui perkiraan.

Episentrum Asal Mula Narasi Resesi

Inflasi telah menjadi tema ekonomi yang dominan selama berbulan-bulan. Pada saat yang sama, kekhawatiran resesi juga semakin meningkat.

Jika berbicara risiko resesi, kondisi di seluruh dunia tidak bisa dipukul rata. Beberapa negara memang terpantau memiliki kinerja ekonomi yang merosot tajam, terutama akibat ketegangan geopolitik dan dampak dari Covid-19 yang belum mereda.

Asal mula narasi reesesi memang dimunculkan dari kondisi negara-negara Barat, utamanya di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Mengutip analisis BNP Paribas, bank sentral dan sebagian besar CEO di AS bahkan memperkirakan risiko resesi di AS dan di kawasan Euro akan semakin meningkat.

Di AS, pengetatan suku bunga dari The Fed mengakibatkan PDB diproyeksikan berkontraksi sebesar 0,3% pada tahun 2023, dengan pertumbuhan marjinal sebesar 0,2% untuk tahun tersebut. Sementara PDB AS juga turun lagi pada kuartal kedua mencapai minus 0,9% pada basis tahunan, terutama disebabkan karena penurunan investasi swasta.

Sebelumnya, AS telah mengalami resesi teknis setelah dua kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan PDB negatif pada paruh pertama tahun ini.

Setelah resesi teknis di AS pada kuartal pertama di tahun ini, siklus kenaikan suku bunga The Fed dan pembalikan kurva imbal hasil atau inverted yield curve menunjukkan ke arah resesi resmi pada tahun depan. Sebagai informasi, BNP Paribas menyebutkan pembalikan kurva imbal hasil saat ini menunjukkan bahwa kemungkinan resesi kedua adalah 70%.

“Tidak heran jika ekonomi AS akan mengalami resesi karena situasi domestik dan kondisi suku bunga The Fed yang akan terus menerus diramalkan naik. Dampak yang paling nyata adalah kebijakan moneter akan lebih ketat kedepan,” kata ekonom senior sekaligus komisaris PT Bank Mandiri Tbk, Chatib ‘Dede’ Basri dalam SOE International Conference di Bali, Selasa (18/10).

Kemudian, potensi resesi semakin besar dikarenakan adanya guncangan pasokan negatif, inflasi yang meningkat, dan respons kebijakan The Fed.

Kenaikan harga properti juga berkontribusi signifikan terhadap kenaikan harga konsumen sebesar 2,1 poin year-on-year (YoY) di bulan Agustus, khususnya melalui kenaikan harga properti pada biaya pemilik properti.

Namun, masih ada keraguan tentang status 'resesi' ini. Estimasi PDB untuk triwulan ke-2 yang dirilis pada 29 September menunjukkan pertumbuhan PDB negatif dalam dua triwulan pertama masing-masing 1,6% dan 0,6%. Data juga menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan domestik bruto (GDI) positif di kedua kuartal 0,8% dan 0,1%.

Secara teori, PDB dan GDI harus berada pada posisi sama, karena keduanya mengukur output yang sama. Adapun PDB mengukur nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan, sedangkan GDI mengukur pendapatan yang diperoleh dalam produksi seperti upah, keuntungan, pendapatan bunga, dan pendapatan sewa.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement