Temuan ini terkait ketidakpatuhan pelaku usaha dalam memenuhi ketentuan SNI yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan SNI Audio Video dan Elektronika Sejenis secara wajib.
"Pelaku usaha ini tidak bisa menunjukkan bahwa barang-barang ini memiliki SPPT SNI, sehingga ini merupakan pelanggaran dari ketentuan yang sudah diatur di dalam perlakuan SNI untuk produk sedekat ini," kata Agus.
Sementara itu, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Andi Rizaldi mengungkapkan, semua produk speaker aktif impor ini 100 persen berasal dari negara China. Barang-barang ini tidak bisa dipasarkan sampai perusahaan memiliki SPPT SNI.
"Barang ini berasal tiga gudang dari tiga PT tersebut. Dan ini 100 persen berasal dari China. Sampai saat ini masih dalam tahap pengawasan, ini tidak boleh diedarkan sampai mereka punya SPPT SNI," ujarnya.