sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Pengusaha Keluhkan Revisi Aturan Main PLTS Atap, Begini Komentar Pengamat

Economics editor taufan sukma
20/02/2024 19:02 WIB
gelombang protes dari pengusaha tersebut hanya mengedepankan kepentingan bisnis semata.
Pengusaha Keluhkan Revisi Aturan Main PLTS Atap, Begini Komentar Pengamat (foto: MNC Media)
Pengusaha Keluhkan Revisi Aturan Main PLTS Atap, Begini Komentar Pengamat (foto: MNC Media)

IDXChannel - Langkah pemerintah yang merevisi Peraturan Menteri No. 26/2021 tentang PLTS Atap mendapat tentangan dari kalangan dunia usaha.

Dalam upaya revisi tersebut, pemerintah menghapuskan praktik jual-beli listrik dari hasil produksi PLTS Atap yang dimiliki pihak swasta, sebagaimana yang telah berjalan selama ini.

Dengan dihapuskannya skema tersebut, sebagian pengusaha menyampaikan protes lantaran tidak lagi bisa mengambil untung dari kelebihan hasil produksi dari PLTS Atap yang dimilikinya.

Menjawab keluhan tersebut, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara, pun menilai bahwa gelombang protes dari pengusaha tersebut hanya mengedepankan kepentingan bisnis semata.

Padahal, selain mempertimbangkan akpek bisnis, Marwan menilai dalam persoalan PLTS Atap ada nasib Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang harus juga dipikirkan dengan matang dan adil (fair).
 
"Mereka hanya mementingkan bisnisnya saja. Padahal jika pasal tersebut tetap ada, negara harus menanggung beban APBN yang relatif berat. (Konsekuensi) Ini tidak dipikirkan oleh mereka," ujar Marwan, Selasa (20/2/2024).

Lagi pula, menurut Marwan, alasan keberatan yang disampaikan para pengusaha tersebut juga relatif tidak berdasar.

"Banyak dari mereka yang beralasan bahwa revisi aturan tersebut akan menyurutkan minat pemasang PLTS Atap hingga memperlambat langkah transisi energi. Ini tidak ada hubungannya. Jauh panggang dari api," keluh Marwan. 
 
Marwan menjelaskan, rata-rata pemasang PLTS Atap adalah demi memenuhi kebutuhan rumahan, dan tidak untuk berbisnis dengan negara.

"Alasan yang disampaikan itu sangat jauh. Kecuali, bagi mereka yang ingin berniat menjual listriknya ke negara melalui jaringan dan transmisi milik negara. Itu yang tidak boleh," tutur Marwan.
 
Pada revisi aturan yang sudah disetujui Pemerintah paparnya, tetap membolehkan masyarakat memasang PLTS Atap.

"Tidak ada larangan. Jadi pasang saja kalau memang berminat menikmati listrik yang dibangkitkan dari solar panel atau yang lebih dikenal sebagai energi baru terbarukan," ungkap Marwan.
 
Untuk itu, bagi pemasang PLTS Atap bisa menakar sendiri kebutuhan listriknya agar tidak terbuang sia-sia.

"Konsep menakar kebutuhan listrik itu jauh lebih penting karena tidak akan merugikan negara," urai Marwan.
 
Selain tidak mempedulikan APBN, dikatakan Marwan, skema jual beli (ekspor-impor) listrik dengan negara itu juga berisiko mengerek tarif listrik. 

"Karena listrik bercampur dengan listrik yang dibangkitkan oleh negara. Kalau sudah begitu, gimana masyarakat kecil yang selama ini menikmati tarif yang masih disubsidi oleh negara," papar Marwan.
 
Untuk itu, Marwan berharap, aturan yang telah disetujui oleh Pemerintah segera diundangkan untuk menggantikan peraturan menteri yang berisiko merugikan negara tersebut.

"Ini penting agar negara tidak rugi," tandas Marwan.
 
Selain berbagai masalah-masalah tersebut di atas, lanjut Marwan, intermintensi atau ketidakandalan cuaca diakui menjadi salah satu kelemahan pembangkitan listrik dari tenaga surya karena pemasang atau pengusaha PLTS atap tidak bisa memastikan durasi paparan matahari sehingga pasokan listrik menjadi tidak andal. (TSA)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement