"Yang sebelumnya rata-rata 40 jam kerja per minggu, kemudian berkurang 25% yang akhirnya tentu akan berimplikasi pada upah yang diterima," kata Robert.
Melihat hal tersebut, Robert meminta pemerintah untuk mengawasi hak-hak yang harus didapat oleh para pekerja yang terdampak PHK sesuai dengan aturan perundangan yang berlak.
"Kami meminta setelah PHK ini, pengawas ketenagakerjaan di tingkat daerah untuk mencermati kontrak kerja dijalankan oleh pemberi kerja," pungkas Robert.
Seperti diketahui belakangan terjadi badai PHK yang menimpa berbagai lini sektor, bukan hanya di industri padat karya seperti garmen, tekstil dan sepatu. PHK juga terjadi di perusahaan digital. Alasannya seragam, untuk memitigasi ancaman ekonomi tahun 2023.
(FAY)