Cadangan devisa digunakan sebagai alat untuk menstabilkan fluktuasi nilai tukar untuk mengurangi permintaan dan membiayai impor, sehingga nilai tukar mata uang domestik dapat terjaga.
Cadangan devisa dipengaruhi oleh ekspor, impor, serta nilai tukar rupiah (kurs). Cadangan devisa menjadi indikator moneter yang sangat penting untuk menunjukkan kuat atau lemahnya fundamental perekonomian suatu negara.
Selain itu, cadangan devisa juga berpengaruh dalam tercapainya stabilitas moneter dan perekonomian makro suatu negara.
Pada dasarnya cadangan devisa ini berfungsi sebagai buffer stock untuk berjaga-jaga
guna menghadapi ketidakpastian keadaan yang akan datang. Sehingga, apabila terjadi depresiasi nilai tukar riil akibat memburuknya perdagangan maka disitulah cadev berfungsi sebagai penstabil.
Cadev juga masih menjadi kunci utama dari suatu negara untuk dapat menghindari krisis ekonomi dan keuangan. Terutama bagi negara-negara dengan perekonomian yang terbuka dimana aliran modal internasional menjadi sangat rentan terhadap terjadinya shock yang merambat dari negara lain atau contagion effect.
Sebagai contoh adalah pengalaman krisis yang terjadi pada tahun 1997 di mana negara yang memiliki cadev besar dapat menghindari contagion effect dari krisis dengan lebih baik dibandingkan dengan negara yang memiliki cadev yang kecil.
Contoh kegagalan suatu negara tanpa cadev yang mapan terjadi pada Sri Lanka. Krisis ekonomi dan politik di Sri Lanka, yang dimulai pada April 2022 bermula dari kegagalan negara tersebut membayar utang luar negerinya. Jumlahnya mencapai USD51 miliar kepada kreditor, menurut data Visual Capitalist.
Di tengah inflasi yang mencapai hampir 40%, cadangan devisa harus anjlok menjadi sekitar USD50 juta, atau menyusut 99% dari sebelumnya senilai USD7,6 miliar pada 2019.
Kondisi ini menyebabkan pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa untuk menetapkan kebijakan moneter dalam menyelamatkan ekonomi lokal. Di tambah pemerintah tidak memiliki dana untuk membayar lonjakan tarif impor bahan bakar, makanan dan obat-obatan.
Tahun ini, perekonomian global diramalkan akan memasuki fase resesi di mana peran cadev masih diharapkan menjadi buffer utama perekonomian. Dalam konteks Indonesia, ke depan BI memastikan cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga. (ADF)