Pandangan Benny bukan sekadar pendapat tak berdasar. Dia melihat di tataran pelaku usaha UMI isu penyaluran pembiayaan tidak bergantung pada suku bunga. Pelaku usaha di tataran bawah menurutnya mampu menanggung suku bunga tinggi, asalkan akses pembiayaan dapat dilakukan cepat tanpa persyaratan yang memberatkan.
Hal itu terjadi dalam praktik rentenir yang mematok bunga tinggi dengan syarat yang mudah. Dia pun mencontohkan, saat ini masih banyak lembaga keuangan formal mensyaratkan agunan agar pembiayaan bisa ‘cair’. Padahal, menurutnya, agunan sangat tidak tepat untuk pinjaman yang ticket size-nya kecil.
Dengan sinergi ketiga perusahaan pelat merah itu, holding akan mampu menyediakan aplikasi sederhana berbasis AI yang dapat membantu pembukuan secara digital untuk mengetahui kualitas kinerja pelaku usaha UMi.
Jadi kewajiban agunan dapat diubah ke penjaminan tagihan yang terdata dan dapat dilacak dengan mudah oleh anggota holding melalui sistem berbasis AI tersebut. Hal itu akan menyajikan transparansi yang kuat.
Benny pun menekankan, pemanfaatan AI hanya sebagai pelengkap penguatan integrasi data. Dalam praktiknya, dia tetap berharap jejaring atau agen-agen holding UMi di tataran bawah harus tetap mengedepankan fungsi pemberdayaan dan pendampingan yang lebih intensif di lapangan.