Sama halnya dengan Malaysia, di Nigeria produk minuman berenergi SIDO juga menjadi produk dengan permintaan tinggi, didukung dengan jumlah penduduk yang besar. Kendati demikian, ekspor ke Nigeria memiliki risiko seperti depresiasi mata uang.
“Untuk memitigasi risiko itu, semua transaksi kami dengan Nigeria mulai tahun ini akan menggunakan USD dan pembayarannya dilakukan in advance, jadi sebelum kami lakukan produksi mereka sudah harus melakukan pembayaran,” ujar Stephanie.
Sementara, Filipina memiliki pasar yang paling mirip dengan Indonesia, di mana produk dengan permintaan tertinggi adalah Tolak Angin. Hal itu membuat perseroan pada Juli 2023 lalu menambah distributor baru di Filipina dengan sekitar 50 ribu outlet.
“Saat ini kontribusi ekspor terhadap pendapatan sebesar 6%, dalam 2-3 tahun ke depan kami harap ekspor berkontribusi di atas 10%,” imbuh Stephanie.
(SLF)