sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Permintaan Ekspor Tinggi, Penjualan Keripik Tempe Malang Tak Terimbas Pandemi

Economics editor Avirista M/Kontributor
12/11/2021 16:18 WIB
Pandemi Covid-19 yang berjalan dua tahun tak mempengaruhi omzet penjualan keripik tempe khas Malang.
Pandemi Covid-19 yang berjalan dua tahun tak mempengaruhi omzet penjualan keripik tempe khas Malang.  (Foto: MNC Media)
Pandemi Covid-19 yang berjalan dua tahun tak mempengaruhi omzet penjualan keripik tempe khas Malang. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pandemi Covid-19 yang berjalan dua tahun tak mempengaruhi omzet penjualan keripik tempe khas Malang. Penjualan ekspor ke luar negeri membuat omzet penjualan keripik tempe milik Trio Andi Cahyono masih stabil.

Keripik tempe bermerk Rohani ini telah merambah beberapa negara di Asia Timur, khususnya di Hongkong dan Taiwan. Sebab itulah, dikatakan Trio Andi omzet penjualannya masih tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19 yang berjalan dua tahun.

"Untuk pasar luar (negeri) selama pandemi bagus, hanya awal - awal pandemi itu sempat sulit karena harus beradaptasi, setelah itu lancar, hanya yang pasar dalam negeri lesu," ucap Trio Andi, ditemui MNC Portal pada Jumat (12/11/2021).

Pihaknya menyatakan, sejak 2017 lalu mulai mengirimkan produk keripik tempe ke luar negeri memenuhi permintaan ekspor dari beberapa negara dari Asia. Bahkan di saat Pandemi Covid-19 bulan Agustus 2020, ia kedatangan permintaan kembali dari satu reseller untuk mengirimkan produk keripik tempe khas Malang.

"Permintaan tinggi yang rutin dengan kuantitas lumayan itu di Hongkong dan Taiwan. Jumlahnya banyak, makanya saya sampaikan saat kedelai naik, Alhamdulillah tidak berdampak ke kami, pandemi tidak berdampak ke kami," kata dia.

Bahkan karena tingginya permintaan di luar negeri, Trio Andi acap kali kewalahan memenuhi permintaan pasar ekspor. Apalagi saat penjualan di dalam negeri mulai pulih, seusai pelonggaran penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

"Tetap bagus (permintaan pasar ekspor), tetap baik, bahkan bisa kekurangan stoknya. Permintaan tinggi yang rutin dengan kuantitas lumayan banyak itu Hongkong dan Taiwan," terangnya.

Namun ekspor keripik tempenya bukanlah tanpa kendala, saat penerapan PPKM darurat membuat distribusi keripik tempenya ke Jakarta, untuk dikirim ke luar negeri menjadi terhambat. Sebab beberapa aturan melarang adanya mobilitas ekspedisi di luar kebutuhan pangan pokok.

"Jadi hanya mengirimnya ke sana (luar negeri), kita kirim ke Jakarta untuk dibawa ke luar negeri itu ada kesulitan saat PPKM darurat, waktu itu PPKM darurat itu kesulitan sekali, kan nggak boleh jalan," bebernya.

Kendala lain juga dihadapi Trio, di pemasaran dalam negeri selama penerapan PPKM darurat dan PPKM level 4. Apalagi ini diperparah dengan penutupan seluruh tempat wisata dan pembatasan mobilitas warga. Tetapi kini ia bernapas lega bila pelonggaran PPKM membuat produk keripik tempenya diminati pasar dalam negeri lagi.

"Waktu PPKM darurat itu drastis. Angka kasar tiap hari waktu PPKM (darurat dan level 4) hanya bisa jual keripik tempe saja all varian antara 50 - 100, sekarang 400an sehari. Semenjak PPKM turun level ini  Alhamdulillah retail kami mulai normal," jelasnya.

"Normal di toko kami. Jadi saya lihat laporan penjualan harian sudah mulai normal malah sama seperti sebelum pandemi," tambahnya.

Kini tantangan kembali menerpa Trio, kenaikan harga minyak goreng hingga 30 persen memaksanya untuk menyiasati produksi keripik tempe. Ia memang tak berani menaikkan harga keripik tempe karena takut kehilangan pelanggan, tetapi ia memilih untuk mengurangi ukuran keripik tempenya, agar tak mengalami kerugian signifikan.

"Pasti turun (omzet pendapatannya), tapi tidak terlalu banyak, mainnya kuantitas. Kita menutupi dengan memperkecil ukuran keripik tempe. Kita nggak apa - apa untung sedikit, yang penting banyak kejualnya," pungkasnya. (TIA)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement