Ketiga, mengusulkan besarnya penjualan omset bruto tahunan dinaikan dari Rp 4,8 miliar per tahun menjadi Rp 15 miliar, agar selaras dengan kriteria Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa angka Rp 4,8 miliar sudah berlaku hampir 10 tahun sehingga diperlukan penyesuaian akibat inflasi dan perkembangan ekonomi.
"Keempat, usaha mikro dan kecil yang dimaksudkan di sini adalah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu berupa perorangan maupun badan usaha (CV, Firma, Perseroan Terbatas, Usaha Dagang dan sejenisnya). Kami tetap meminta bahwa selama mereka berstatus usaha mikro dan kecil mereka tetap mengikuti peraturan yang berlaku, tidak dibatasi oleh waktu seperti saat ini yang hanya diberikan kelonggaran selama antara 3 tahun sampai 7 tahun," paparnya.
Ia mengaku pada kenyataannya pembuatan laporan pajak itu harus terlebih dahulu dilakukan dengan membuat laporan keuangan harian. Usaha mikro dan kecil tidak mampu membayar gaji bagi tenaga yang memiliki skill dibidang keuangan.
"Terakhir, kelima pihak komnas UMK tidak setuju jika penyidik pajak diberi kewenangan penangkapan, hal ini sangat kontra produktif terhadap upaya untuk mengembangkan kegiatan usaha," pungkasnya.
Dengan demikian, ia berharap semangat UU Cipta Kerja harus mendorong penciptaan lapangan kerja bukan menjadikan UMKM saling bercerai berai.