IDXChannel - Pemerintah tengah meningkatkan produksi serta hilirisasi tanaman sorgum dan mengembangkan tanaman pengganti gandum sebagai upaya untuk menjaga ketahanan pangan nasional
Menteri Koordinator bidang perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa hingga saat ini realisasi pengembangan sorgum masih sekitar 4.355 hektar yang tersebar di enam provinsi dengan hasil produksi mencapai 15.247 ton atau sekitar 3,36 perhektar.
Produk sorgum ini, bisa menjadi alternatif untuk menghadapi permasalahan di dunia. Terlebih beberapa negara mengeluarkan larangan ekspor gandum yaitu, Kazakhstan, India, Afganistan, Serbia , hingga Ukraina.
Airlangga menjelaskan bahwa saat ini produksi sorgum di Indonesia masih tergolong rendah, padahal tanaman tersebut diyakini mampu menjadi komoditas pengganti tanaman lainnya. Seperti pengganti jagung dalam bahan baku pembuatan pakan ternak dan bisa juga dijadikan bioetanol.
“Presiden meminta bahwa diprioritaskan untuk daerah Nusa Tenggara Barat di Kabupaten Waingapu yang kemarin sudah dilihat oleh bapak Presiden dan di tahun 2023 dipersiapkan lahan sejumlah 115000 hektar dan didata tahun 2024 sebesar 15400 hektar,” ungkap Airlangga Hartarto, Menko Bidang Perekonomian RI, seperti dikutip dalam program Market Review, Kamis (11/8/2022),
Pada harga gandum saat ini sedang terus mengalami penurunan, tetapi harga gandum Internasional kemungkinan akan segera membaik.
Dalam negara importir gandum terbesar, Indonesia menempati posisi pertama sebesar 10,3 juta ton di tahun 2020 lalu. Kebutuhan terhadap impor gandum di Indonesia yaitu tercatat 2019 mencapai 10697 ton, 2020 turun menjadi 10,29 ton, dan 2021 melonjak hingga 11,17 juta ton.
“Harga gandum yang di impor ini luar biasa tinggi. Gandum tahun lalu saja sudah 11,7 juta ton dengan nilai sekitar USD3,7 miliar. Bisa dibayangkan nanti di 100 tahun Indonesia merdeka kalau hal yang seperti ini tidak kita antisipasi, maka sekitar hampir 50% pangan pokok kita berasal dari gandum. Kalau terjadi harga gejolak gandum di dunia seperti yang saat ini terjadi, ini amat sangat beresiko terhadap instabilitas politik, terhadap ketahanan pangan kita, terhadap ketahanan wilayah kita,” menurut penuturan Prof Dwi Andreas - Pengamat Pangan IPB.
*Bagaimana dengan isu kenaikan harga mie instant hingga tiga kali lipat? *
Ketika gandum tersebut di Januari naik Rp10.600 per Kg dan Agustus sekarang Rp12.100 per Kg, jadi ada kenaikan 34 % sehingga konsumen mie, roti, dan konsumen tepung gandum harus siap dengan kenaikan harga.
“Kalau dibandingkan harga gandum internasional dari Januari-April kenaikan 60%. Tetapi ada tren penurunan sekitar 20%, sudah pasti produk turunan gandum akan berpengaruh. Ketika tepung terigu ini naik, akan berimbas ke berbagai produk turunannya pada mie,roti dan produk tadi. Untuk mie, itu komponen bahan baku relatif kecil hanya 20%, kalaupun terjadi kenaikan akan kurang dari 10%, tidak akan naik lebih dari 10%.” tambahnya.
Kecemasan akibat tren gandum saat ini mengalami peningkatan 50%, yang akan menyebabkan mulai tergesernya konsumsi padi serta berdampak buruk dengan pangan pokok masyarakat.
Penurunan dalam konsumsi beras per kapita disebabkan tergantinya sumber protein, lalu diganti oleh pangan-pangan lokal. Hal ini terjadi karena, pangan lokal pada beras akan terus tergerus dan gandum akan melonjak naik dengan luar biasa tinggi.
Oleh: Nur Pahdilah
(IND)