Terkait penyelesaian permasalahan oversupply, kata Bhima, ada tiga upaya yang dapat ditempuh pemerintah. Pertama, melakukan evaluasi terkait penerapan program 35.000 megawatt. "Evaluasi proyek 35.000 MW karena pada saat uji kelayakan banyak asumsi yang dipaksakan," kata dia.
Kedua, evaluasi perjanjian jual beli listrik bersama produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dengan skema take or pay yang memberatkan keuangan PLN. Dalam skema take or pay, dipakai atau tidak, listrik yang diproduksi IPP, PLN tetap harus membayar sesuai kontrak berlaku.
"Ini harus dievaluasi ulang agar PLN punya daya tawar menolak pembelian listrik jika pasokan berlebih," tekannya.
Ketiga, mempercepat program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No.112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik.
"Sehingga, kelebihan pasokan di hulu bisa ditekan," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan, keputusan PLN membatalkan program konversi LPG ke kompor listrik karena PLN tak ingin terburu-buru dalam implementasi program tersebut.