Lebih lanjut, pihaknya tengah melakukan kajian khusus berkaitan dengan teknologi untuk memproses batu bara menjadi DME tersebut.
"Kita harus melalukan kajian hati-hati tapi program pemerintah untuk hilirasinya kita tetap mendukung dari sisi sumber daya batu baranya kita punya banyak cuma teknologi untuk memproses batu bara menjadi hilirisasi ya untuk apa nanti kita sedang kita lalukan kajian," kata Arsal.
Adapun, Presiden Joko Widodo (Jojowi) telah melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking proyek hilirisasi baru bara menjadi dimetil eter (DME) pada 24 Januari 2022 di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Jokowi menyebut proyek tersebut dapat mengurangi memperbaiki neraca transaksi berjalan karena Indonesia bisa mengurangi impor LPG.
Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kala itu, Bahlil Lahaladia, dalam laporannya menyampaikan, rata-rata impor LPG Indonesia dalam setahun menjadi 6-7 juta metrik ton. Dengan adanya gasifikasi, dapat menghemat sekitar Rp6-7 triliun untuk setiap tonnya.
“Hasil output daripada gasifikasi ini untuk mengurangi impor kita. Di dalam perhitungan kami setiap 1 juta ton hilirisasi kita bisa melakukan efisiensi kurang lebih sekitar Rp6-7 triliun, itu efisiensi dari subsidi. Jadi tidak ada alasan lagi untuk kita tidak mendukung program hilirisasi untuk melahirkan substitusi impor,” ujar Bahlil dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Rabu (24/9/2024).
Proyek tersebut merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Pertamina, dan investor asal Amerika Serikat (AS), Air Products and Chemical Inc. Namun, perusahaan asing tersebut memutuskan mundur dari proyek gasifikasi batu bara.
Bahlil menyampaikan, proyek dengan nilai investasi sebesar Rp33 triliun tersebut akan dikerjakan dalam waktu 30 bulan.
“Investasi ini full dari Amerika (Serikat), bukan dari Korea (Selatan), bukan dari Jepang, bukan juga dari China. Jadi sekaligus penyampaian bahwa tidak benar kalau ada pemahaman negara ini hanya fokus investasi (dari) satu negara,” kata dia waktu itu.
(Febrina Ratna)