Dia menyebut, industri manufaktur atau pengolahan masih mendominasi sebagai penyumbang ekonomi terbesar di Banten, yakni sebesar 30,25 persen pada 2023. Namun, sektor ini memiliki ketergantungan terhadap bahan baku impor dan pemasaran ekspor.
Ketika terjadi fluktuasi kurs dolar Amerika Serikat(AS), akan mengalami risiko penurunan nilai usaha serta berdampak pada aspek ketenagakerjaan.
“Karena itu, kami terus mengintensifkan pengembangan potensi investasi yang sudah berjalan dan memacu pengembangan sektor lainnya, seperti pada sektor properti untuk pemukiman, perkantoran dan perdagangan, serta sektor jasa,” kata Al Muktabar.
Potensi pengembangan dan peningkatan investasi di Banten masih sangat terbuka luas, antara lain optimalisasi realisasi investasi baru pada kawasan industri, beberapa kawasan strategis nasional, serta pengembangan industri kepariwisataan dan ekonomi kreatif.
Dalam memacu minat investasi pada kawasan potensial tersebut, Pemprov Banten berkomitmen akan terus memberikan dukungan pembangunan infrastruktur wilayah yang lebih andal, seperti infrastruktur jalan, sumber daya air dan energi.
Beberapa di antaranya, yaitu infrastruktur jalan Tol Serang-Panimbang sepanjang 83 kilometer, reaktivasi jalur rel kereta api Rangkasbitung-Labuan, dan Saketi-Malingping-Bayah, pembangunan MRT Jakarta-Balaraja, serta pembangunan proyek strategis nasional PIK 2 dan BSD.
Untuk pemenuhan kebutuhan air baku, dukungan diberikan dengan pembangunan infrastruktur Bendung Karian dan Bendung Sindangheula. Sementara untuk suplai energi, selain beberapa PLTU yang sudah beroperasi, dibangun PLTU Jawa berkapasitas dua kali 1.050 MW.
“Dengan dukungan pemerintah kepada para pelaku usaha, maka sudah sewajarnya para investor ikut aktif dalam menjaga lingkungan di sekitar kegiatan investasinya, memberdayakan usaha kecil menengah domestik. Tidak kalah pentingnya, yakni taat terhadap pembayaran pajak serta kewajiban-kewajiban lainnya sesuai aturan perundang-undangan,” ujar Al Muktabar.
(Fiki Ariyanti)