IDXChannel - Kenaikan harga komoditas global memberi dampak yang cukup signifikan terhadap raksasa consumer goods, PT Unilever Indonesia Tbk.
Harga bahan baku yang melonjak kian menambah pekerjaan rumah perseroan, kendati emiten berkode UNVR itu tetap untung atas kenaikan harga produk yang mereka pasarkan.
Direktur Unilever Indonesia Enny Hartati Sampurno menuturkan perseroan terus melakukan efisiensi biaya di setiap lini perusahaan. Sejalan, Unilever juga memaksimalkan penjualan dengan menarget pasar kelas menengah-atas yang dinilai mengalami pertumbuhan.
"Memang margin perusahaan mengalami tekanan seiring kenaikan harga komoditas," kata Enny dalam Public Expose PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) di Tangerang, Rabu (15/6/2022).
Secara umum, efisiensi dilakukan dengan mempertimbangkan efek jangka pendek hingga panjang bagi perseroan. Enny menimbang hal ini perlu dilakukan untuk menjaga kualitas produk perseroan tetap terjaga dan kompetitif di pasar.
Terkait persediaan barang jadi yang memperhitungkan biaya bahan baku dan tenaga kerja, Enny menyampaikan perseroan mendapat berkah terhadap jaringan Unilever di tingkat global.
Dengan demikian, negosiasi untuk mendapatkan harga yang terbaik di antara supplier dapat semakin terjaga. Enny menegaskan bahwa kualitas produk adalah fokus utama perseroan
"Pada dasarnya saat kita melakukan efisiensi, prinsip yang pertama kita lakukan adalah kita tidak akan mengorbankan kualitas, karena produk adalah kunci," ungkapnya.
Penggunaan bahan baku lokal untuk beberapa merek juga menjadi strategi perseroan mengantisipasi volatilitas harga. Satu diantaranya adalah merek Kecap Bangau, yang memanfaatkan material gula kelapa lokal.
"Jadi tidak semua material kita tidak terkena inflasi dunia, ini juga sangat bagus membawa local sourcing dalam kondisi seperti ini," tambah Direktur Unilever Indonesia, Hernie Raharja.
Seiring tekanan inflasi, Unilever Indonesia tetap membukukan profitabilitas menyusul penyesuaian harga jual produk mereka. Hingga kuartal I/2022, UNVR membukukan penjualan bersih sebanyak Rp10,83 trilun, alias naik 5,35% dibandingkan periode sama tahun 2021 sebesar Rp10,28 triliun.