Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), rasio ketergantungan penduduk lanjut usia atau lansia di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.
Dalam hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2021 menemukan, rasio ketergantungan lansia di RI sebesar 16,76 pada 2021.
Rasio ketergantungan ini meningkat 1,22 poin dari tahun sebelumnya sebesar 15,54. Rasio ketergantungan lansia juga naik 2,74 poin dalam lima tahun terakhir di mana tahun 2017 angkanya hanya sebesar 14,02. (Lihat grafik di bawah ini)
Temuan tersebut mengindikasikan 100 orang penduduk usia produktif atau usia sekitar 15 hingga 59 tahun harus menanggung setidaknya 17 orang penduduk lanjut usia.
Rasio ketergantungan lansia merupakan perbandingan antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia tidak produktif.
Dengan bertambahnya usia lanjut sebagai kelompok yang kurang produktif, maka beban yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai kehidupan penduduk yang tidak produktif secara otomatis akan meningkat.
Menurut BPS, peningkatan jumlah penduduk lansia menimbulkan konsekuensi yang kompleks. Berbagai tantangan yang diakibatkan penuaan penduduk telah mencakup hampir setiap aspek kehidupan.
Peningkatan penduduk lanjut usia berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan, termasuk perawatan, yang pada akhirnya menjadi beban ekonomi penduduk usia produktif dalam rangka pembiayaan penduduk lansia.
Untuk itu perlu adanya peningkatan sinergi dalam pelaksanaan program bagi lansia yang dapat mengurangi beban ketergantungan pada lansia pada kelompok usia produktif.
Hal ini bertujuan agar lansia tetap sehat, mandiri dan aktif selama mungkin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi selama lansia bekerja.
Perlunya Penguatan Bantalan Sosial
Sebagai kelompok penduduk yang memiliki kerentanan sosial ekonomi yang tinggi, lansia dan keluarga generasi sandwich membutuhkan perlindungan sosial yang memadai, baik berupa bantuan sosial maupun jaminan sosial.
Menurut BPS, cakupan perlindungan sosial bagi lansia selama ini masih jauh dari harapan, terutama untuk lansia pada kelompok pengeluaran 40 persen terbawah.
Pada tahun 2021, sekitar satu dari empat rumah tangga lansia atau sekitar 24,20% pernah menerima program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Sebanyak 11,86% rumah tangga lansia tercatat sebagai penerima program keluarga harapan (PKH) dan 15,01% yang memiliki Kartu Perlindungan Sosial atau Kartu Kesejahteraan Sosial (KPS/KKS).
Sekitar tujuh dari sepuluh lansia atau sekitar 70,96 % memiliki jaminan kesehatan nasional (JKN) dan sekitar satu dari sepuluh lansia atau 11,62% yang memiliki jaminan sosial.
Sementara, banyak lansia yang menggantungkan hidup dari anggota keluarga yang masih produktif.
Berdasarkan Survei Kesejahteraan Lansia yang dirilis Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI) pada 29 Mei 2022, selama pandemi Covid19, mayoritas responden lansia atau sekitar atau 34,8% mendapat uang dari anak atau anggota keluarga lainnya yang bekerja.
Kemudian 33,8% lansia menyatakan mereka masih bekerja informal atau serabutan untuk mendapat penghasilan.
Ada pula 20,7% lansia yang memenuhi kebutuhan keuangannya dari dana pensiun, 9,6% dari aset yang mereka miliki seperti kontrakan, kebun, atau rumah, dan 8,2% dari berwirausaha.