Dalam survei yang dirilis bertepatan dengan Hari Lansia Sedunia ini, hanya sedikit lansia yang memenuhi kebutuhan keuangannya dari bantuan pemerintah ataupun asuransi hari tua.
Survei ini dilaksanakan pada 9–22 Mei 2022 dengan melibatkan 816 responden yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Adapun responden terdiri dari 57,2% perempuan dan 42,8% laki-laki.
Sepertinya, pemerintah harus mulai serius dalam merancang kebijakan terkait generasi sandwich ini.
Waspada Resesi Tahun Depan bagi Generasi Sandwich
Berdasarkan data BPS, jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 144,01 juta jiwa hingga Februari 2022. Angkatan kerja terbesar berada di kelompok umur 25-29 tahun, yakni mencapai 17,18 juta jiwa.
Kemudian, kelompok umur 30-34 tahun sebanyak 16,89 juta jiwa. Selanjutnya, kelompok umur 35-39 tahun sebanyak 16,78 juta jiwa. Jumlah tersebut mencapai 69,06% dari total penduduk usia kerja yang berjumlah 208,54 juta jiwa.
Sementara, menurut penelitian OECD, pada 2045 ekonomi Indonesia akan mencapai USD8,89 triliun atau atau naik hampir tiga kali lipat dibanding tahun 2019 dan menjadi ekonomi terbesar ke-4 di dunia. (Lihat grafik di bawah ini)
Prediksi tersebut dilatarbelakangi proyeksi bahwa pada tahun 2030-2040, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Jumlah penduduk Indonesia usia produktif akan mencapai 64 persen dari total penduduk sekitar 297 juta jiwa.
Beban ekonomi yang besar tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi bagi generasi sandwich. Terlebih di tengah ‘ramalan’ perlambatan ekonomi global di tahun depan.
Sebelumnya, beberapa lembaga internasional memang meramalkan bahwa kondisi ekonomi global di tahun depan akan muram, ditandai dengan melambatnya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).
Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan global melambat dari perkiraan 6,1% pada 2021 menjadi 3,6% pada 2022 dan 2023. Lebih rendah 0,8 dan 0,2 poin untuk 2022 dan 2023 dibandingkan proyeksi pada Januari 2022.
Menurut Bank Dunia, pertumbuhan PDB global akan melambat menjadi 0,5% pada tahun 2023 di mana kondisi ini akan memenuhi definisi teknis resesi global.
Lembaga Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahunan hanya 2,2% pada 2023.
Dibandingkan dengan perkiraan OECD dari Desember 2021, sebelum agresi Rusia terhadap Ukraina, PDB global saat ini diproyeksikan menjadi setidaknya USD2,8 triliun lebih rendah pada tahun 2023.
Dampak dari perlambatan ekonomi ini dikhawatirkan akan berdampak pada potensi pemutusan hubungan kerja hingga harga kebutuhan pokok yang meroket akibat adanya inflasi.
Sementara PDB riil RI sendiri diproyeksikan masih akan tumbuh stabil di angka 5% hingga 2027 nanti. (Lihat tabel di bawah ini)
Proyeksi Pertumbuhan PDB Riil Indonesia Hingga 2027
Sumber: IMF
Peluang ini sekaligus menjadi tantangan bagi generasi muda Tanah Air sebagai motor penggerak utama ekonomi RI. Di tengah berbagai revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi, persoalan generasi sandwich ini harus segera dicari solusi agar tidak menjadi bom waktu bagi Indonesia.
Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat meramalkan anak muda RI untuk membeli rumah saja akan kesulitan. Apalagi, bagi generasi sandwich yang masih harus membiayai keluarga dan menanggung beban ekonomi ganda. (ADF)