IDXChannel - DPR mengusulkan agar tunjangan kinerja (tukin) kementerian atau lembaga (K/L) dipotong jika tidak bisa memenuhi target sasaran pembangunan prioritas nasional yang telah dijanjikan dalam setiap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit. Menurutnya, hal itu karena pemerintah dan DPR setiap tahun membahas target pembangunan, seperti tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Dolfie mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab jika target-target itu tidak tercapai.
"Apabila tidak tercapai itu bagaimana? Kami mengusulkan misalnya tingkat pengangguran terbuka ini kan ada K/L yang mengurusi ini, tukinnya disesuaikan karena tidak tercapai, enggak bisa dibiarin. Rakyat menunggunya lama nanti, sementara ASN-nya gajinya naik terus," kata Dolfie dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan pemerintah, Rabu (28/8).
Awalnya Dolfie menyoroti pemerintah yang setiap tahun merumuskan tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, tingkat kemiskinan ekstrem, rasio gini dan sebagainya.
Dia menilai perlu ada hukuman (punishment) untuk K/L yang mengurusi program tersebut jika target tidak tercapai.
"Ini tukin dari K/L terkait, dari dirjen yang mengurusi ini harus disesuaikan agar yang kita tulis di sini, tingkat kemiskinan, rasio gini, dan sebagainya ada tanggung jawabnya, enggak bisa dilepas gitu saja," ujar Dolfie.
Merespons hal itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan, secara prinsip dan semangat atau spirit, pemerintah setuju untuk menerapkan stick and carrot itu.
Namun menurut Sri Mulyani, pelaksanaannya akan sulit, karena indikator maupun target pembangunan itu banyak melibatkan K/L.
"Secara spirit dan prinsip kami menyetujui karena harusnya reward dan penalty itu adalah sesuatu yang dalam paket yang lengkap. Mungkin dari sisi pelaksanaan terutama kalau output outcome itu tidak lagi menjadi tanggung jawab dari satu K/L, tapi itu beberapa K/L," ujar Sri Mulyani.
"Katakanlah pengangguran, kemiskinan, bahkan stunting kita lihat itu biasanya dilakukan across banyak sekali K/L jadi untuk menentukan K/L mana yang paling bertanggung jawab dan kemudian porsi berapa tanggung jawabnya itu terlihat dari sisi reward yang mereka lakukan," ujar Sri Mulyani.
"Itu mungkin akan perlu suatu kajian yang cukup serius agar jangan sampai kita membuat signal reward and punishment yang salah," sambungnya.
Selain itu, kata Sri Mulyani, mekanisme penetapan tukin sebetulnya ada di ranah presiden melalui penerbitan peraturan presiden atau perpres dan proses penetapannya panjang karena harus melalui proses di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
"Karena Menpan RB yang akan menentukan kinerja mereka, kemudian dari kami lihat dari amplop anggarannya dan baru kita akan membuat keputusan," ujarnya.
"Jadi memang mekanismenya akan membutuhkan Waktu, tapi kami secara spirit memahami dan nanti akan kita pikirkan cara signaling yang tadi disampaikan Pak Dolfie yang mungkin bisa kita pikirkan mekanisme atau cara yang lain, tapi sesuai dengan spirit untuk adanya reward dan punishment," kata Sri Mulyani.
(Fiki Ariyanti)