sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sejarah Embargo Minyak, Krisis 1973 hingga Nasib Rusia di Era Modern

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
06/12/2022 15:36 WIB
Melihat keputusan negara G7 dalam mengembargo minyak Rusia sepertinya sejarah krisis minyak akan kembali terulang
Sejarah Embargo Minyak, Krisis 1973 hingga Nasib Rusia di Era Modern. (Foto: MNC Media)
Sejarah Embargo Minyak, Krisis 1973 hingga Nasib Rusia di Era Modern. (Foto: MNC Media)

Krisis mereda ketika embargo dicabut pada Maret 1974 setelah negosiasi di Washington Oil Summit. Tetapi efek dari embargo ini bertahan sepanjang tahun 1970-an. Harga energi meningkat lagi pada tahun berikutnya, di tengah melemahnya posisi dolar di pasar dunia.

Embargo minyak Arab ini mengakhiri periode panjang kemakmuran di Barat yang bertahan sejak 1945. Kondisi ini membuat ekonomi dunia ke dalam kontraksi tertajam sejak periode Great Depression.

Dalam hitungan hari, kondisi ini melemparkan ekonomi dunia ke dalam resesi yang tajam dengan pengangguran meningkat dan inflasi yang meroket.

Tinjauan sejarah menunjukkan harga minyak tidak pernah sama sejak krisis minyak tahun 1973.

Grafik di bawah ini membandingkan harga nominal minyak mentah per barel dan harga yang disesuaikan dengan inflasi. Selama embargo, harga minyak yang disesuaikan naik dari USD27,17 pada tahun 1973 menjadi USD60,81 pada tahun 1974. (Lihat grafik di bawah ini.)

Sumber: The Balance

Pasca krisis minyak, periode ini disebut sebagai akhir Barat yang oleh orang Prancis disebut Trente Glorieuses.

Kondisi ini menimbulkan suasana pesimisme yang meluas di Barat di mana Financial Times kala itu memuat tajuk utama yang terkenal berjudul ‘The Future will be subject to Delay’ pada akhir tahun 1973.

Dalam konteks makroekonomi, bank-bank sentral Barat memutuskan untuk memangkas suku bunga secara tajam untuk mendorong pertumbuhan, memutuskan bahwa inflasi adalah perhatian kedua.

Meskipun ini adalah resep ekonomi makro ortodoks pada saat itu, stagflasi yang diakibatkannya mengejutkan para ekonom dan bank sentral.

Kebijakan tersebut kini dianggap oleh beberapa pihak memperdalam dan memperpanjang dampak buruk embargo. Penelitian terbaru mengklaim bahwa pada periode setelah 1985 ekonomi menjadi lebih tahan terhadap kenaikan harga energi.

Guncangan harga juga menciptakan defisit neraca berjalan yang besar di negara-negara pengimpor minyak. Mekanisme daur ulang petrodolar dibuat, di mana dana surplus OPEC disalurkan melalui pasar modal ke Barat untuk membiayai defisit neraca berjalan.

Berfungsinya mekanisme ini membutuhkan pelonggaran kontrol modal di negara-negara pengimpor minyak. Ini menandai awal pertumbuhan eksponensial pasar modal Barat.

Adapun dampaknya bagi negara pengekspor minyak, kenaikan harga ini berdampak dramatis karena mendatangkan keuntungan yang sangat besar. Terutama negara-negara di Timur Tengah akhirnya menguasai komoditas vital.

Melihat keputusan negara G7 dalam mengembargo minyak Rusia sepertinya sejarah akan kembali terulang. Walaupun skala dampaknya belum secara drastis dirasakan,

Kondisi yang membedakan hari ini adalah sikap OPEC yang terkesan mendukung posisi Rusia.

Mengutip Investing.com, OPEC+ membuat marah AS dan negara-negara Barat lainnya pada Oktober ketika berencana memangkas produksi minyak 2 juta BOPD.

OPEC+ beralasan telah memangkas produksi karena prospek ekonomi global yang menunjukkan pelemaham. Harga minyak disebut telah menurun sejak Oktober karena lockdown Covid China, pertumbuhan ekonomi global yang lebih lambat, dan suku bunga yang lebih tinggi.

Namun, bisa saja dampak jangka panjang dari pertentangan kebijakan ini akan terasa terhadap perekonomian global. Termasuk membuat ramalan resesi di tahun depan semakin kian di depan mata. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement