Sejak tanggal 1 April 2022 lalu pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) telah memutuskan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi jenis Pertamax menjadi Rp12.500 per liter. Kenaikan dilakukan seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia akibat meningkatnya permintaan pasar, sehingga membuat pasokan yang tersedia menjadi rebutan.
Tak hanya kali ini, kenaikan harga jual BBM pada dasarnya sudah rutin terjadi di Indonesia dari ke masa-masa. Sejak era kepemimpinan Soeharto di tahun 1991, misalnya, harga BBM naik dari level Rp150 per liter menjadi Rp550 per liter. Harga BBM kita naikkan juga kembali naik pada 1993 menjadi Rp700 per liter.
Kejadian serupa terulang di tahun 1998. Kala itu, harga BBM meningkat menjadi Rp1.200 per liter. Meningkatnya harga BBM, terutama pada 1998, karena adanya krisis ekonomi yang dahsyat. Diketahui pula, Presiden Soeharto lengser di tahun tersebut usai mendapat protes keras dari mahasiswa.
Satu-satunya presiden yang tidak menaikkan harga BBM adalah B.J Habibie. Melansir idxchannel, Habibie justru menurunkan harga BBM, dari Rp1.200 per liter, menjadi hanya Rp1.000 per liternya. Setelah masa jabatan Habibie selesai dan digantikan oleh Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, harga BBM kembali turun menjadi Rp600 per liter. Sayangnya, harga BBM dinaikkan menjadi Rp1.150 per liter pada Oktober 2000. Tak lama, harganya naik lagi menjadi Rp1.450 per liter.
Ketika Presiden Megawati Soekarnoputri memegang kendali negara, harga BBM yang semula Rp1.450 per liter, melambung menjadi Rp1.550 per liter. Pada tahun 2003, harga BBM kembali melonjak menjadi Rp1.800 per liter. Masuk ke masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), harga BBM tercatat mengalami kenaikan sebanyak 3 kali. Di masa awal pemerintahannya, SBY menaikkan harga BBM menjadi Rp1.820 per liter. Lalu naik lagi menjadi Rp2.400 pada 1 Maret 2005. Selang 7 bulan, SBY memutuskan harga BBM naik, yaitu jadi Rp4.500 per liter.