IDXChannel - Guncangan pasar properti China semakin berdampak serius bagi perekonomian negera tersebut. Hal ini terjadi kala raksasa properti China Country Garden mengajukan restrukturisasi utang perusahaan.
Kabar ini langsung membawa saham China Country Garden ke level terendah pada Jumat (11/8/2023) dan memperdalam kekhawatiran tentang prospek sektor properti di China.
Pengembang properti swasta top negara itu dilaporkan memiliki total kewajiban sekitar USD194 miliar atau setara Rp 2.954,6 triliun (kurs Rp 15.229 per USD) pada akhir 2022.
Sehari sebelumnya, Country Garden diperkirakan mengalami kerugian hingga USD7,6 miliar sepanjang semester pertama tahun ini dan meminta maaf kepada investor karena salah menilai kondisi pasar.
Setelah dianggap sebagai salah satu pengembang yang lebih sehat secara finansial, kondisi Country Garden ini dapat berdampak buruk pada pembeli rumah dan lembaga keuangan.
Kondisi ini semakin menekan sektor yang telah mengalami penurunan penjualan, likuiditas yang ketat, dan serangkaian default pengembang sejak akhir 2021 di China.
Langkah Politbiro China untuk menyesuaikan kebijakan properti juga belum Nampak pada sektor yang menyumbang seperempat dari ekonomi nasional ini.
Country Garden juga melewatkan pembayaran obligasi sebesar USD22 juta minggu ini.
Perusahaan memiliki masa tenggang 30 hari untuk pembayaran, namun berita tersebut memicu aksi jual saham dan obligasi miliknya.
Pada bulan September saja, Country Garden dapat menghadapi lebih dari 9 miliar yuan ($1,25 miliar) dari total kewajiban pembayaran obligasi dalam negeri.
Perusahaan tidak memiliki cukup uang tunai untuk memenuhi pembayaran obligasi yang jatuh tempo sehingga mungkin akan meminta kreditur untuk perpanjangan guna memastikan likuiditas yang mencukupi.
Dua hari yang lalu, di Indonesia Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pengusaha properti berhati-hati dalam mengelola perusahaannya. Khususnya terkait keuangan perusahaan.
Dia menyinggung kondisi di China banyak perusahaan properti besar yang terlilit utang dan kini ambruk. Bahkan ada perusahaan yang menurut Jokowi terlilit utang hingga Rp 4.400 triliun.
Kondisi Sektor Properti RI
Sektor properti di Indonesia terlihat lebih tahan banting dibanding China. Benarkah demikian?
Belum lama ini, Presiden Jokowi juga memuji kontribusi sektor properti terhadap perekonomian RI. Kontribusi sektor ini sepanjang 2018-2022, menyumbang Rp 2.300-2 800 triliun terhadap pertumbuhan PDB per tahun.
"Sangat besar sekali. Ini memberikan kontribusi dari 16 persen dari PDB ekonomi kita, besar sekali. Tenaga kerja yang tersangkut dalam perputaran ekonomi di REI mencapai 13-19 juta orang. Sangat banyak sekali," kata Jokowi dalam Pembukaan Musyawarah Nasional Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (MUNAS REI) XVII 2023, Rabu (9/8).
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI menyebut sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional pada 2022.
Jumlahnya mencapai Rp 2.865 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional atau setara 14,63 persen dibandingkan PDB nasional.
Namun, sektor properti di RI sebenarnya sedang dalam masa pemulihan, belum memasuki fase booming lagi.
Sebelumnya, Indonesia sempat mengalami fase booming properti pada medio 2011 hingga 2014. Selama periode ini, terjadi pertumbuhan PDB Indonesia, terutama PDB real estate yang disebabkan adanya kenaikan pada pra penjualan properti.
Kenaikan pra penjualan mulai terjadi sejak tahun 2011 dan beberapa emiten mencapai puncak pra penjualan pada 2013. Alhasil laba emiten-emiten properti meledak sepanjang 2013 dan 2014.
Adapun kondisi inflasi dan suku bunga acuan saat itu masih terjaga. Sepanjang 2012 sampai 2013, inflasi Indonesia terjaga di bawah sekitar 5 persen, sedangkan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen. Inflasi dan suku bunga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Akan tetapi pada akhir tahun 2013 inflasi meningkat tajam ke angka 8 persen, begitu juga dengan suku bunga acuan yang meningkat pada akhir 2013 hingga mencapai 7,5 persen.
Dengan naiknya suku bunga acuan ini suku bunga KPR juga mengalami kenaikan. Selain itu pada tahun 2013 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan DP (down payment) minimal 30 persen yang mewajibkan pembeli properti membayar 30 persen dari nilai transaksi.
Setelah keluarnya aturan ini, sektor properti mulai lesu dan ini merupakan awal dari selesainya booming properti.
Sejumlah perusahaan properti yang sempat mencatatkan sahamnya di pasar modal juga ada beberapa yang dinyatakan pailit. Di antaranya PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Cowell Development Tbk (COWL) dan PT Hanson International Tbk (MYRX).
Kinerja saham-saham properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga masih berjuang untuk bangkit sepanjang lima tahun terakhir. Beberapa emiten properti yang melantai di bursa di antaranya PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). (Lihat tabel di bawah ini.)
Bahkan emiten properti BUMN, PT PP Properti Tbk, anak usaha PT PP tengah dipantau oleh BEI karena penundaan pembayaran utang perusahaan, berdasarkan data BEI.
Adapun kondisi terkini, permintaan terhadap properti juga masih belum sepenuhnya stabil imbas dari pemulihan pasca Covid-19.
Jika dilihat, sektor ini sempat mengalami pukulan ketika pandemi Covid-19 menyerang dunia bersama dengan kejatuhan sektor-sektor lainnya.
Pada triwulan II-2021, penjualan properti residensial primer secara tahunan sempat terkontraksi -10,01 persen (yoy), menurun dari 13,956 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2020, sektor ini berkontraksi hingga -25,6 persen (yoy).
Bank Indonesia mencatat, dari sisi penjualan, hasil survei mengindikasikan penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan I 2023 mengalami penurunan.
Penjualan properti residensial masih terkontraksi sebesar 8,26 persen (yoy) pada triwulan I 2023, lebih rendah dari penjualan triwulan sebelumnya yang tumbuh positif sebesar 4,54 persen (yoy). (ADF)