IDXChannel - Kasus sengketa tambang batu bara di Sumatera Selatan antara PT Batu Bara Lahat (BBL) dan PT Rantau Utama Bhakti Sumatera (RUBS) terus mencuri perhatian, lantaran dinilai kontraproduktif terhadap iklim investasi di sektor pertambangan nasional.
Guru Besar Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad, menilai ada sejumlah kejanggalan dalam telah menyeret istri mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan, yaitu Hanifah Husein, sebagai tersangka tersebut.
Menurut Suparji, kasus ini sudah terlihat janggal sedari awal lantaran setiap sengketa atas sebuah kesepakatan, harusnya masuk dalam ranah perdata, dan bukan pidana. Selain itu, Suparji menilai bahwa dalam kasus ini posisi para petinggi RUBS, termasuk Hanifah Husein, justru bermaksud membantu PT BBL. "Namun ternyata justru dikenakan masalah hukum. Jadi Saya kira ini satu tindakan cacat hukum, karena secara formil maupun materiil terjadi pelanggaran," ujar Suparji, dalam keterangan resminya, Senin (3/10/2022).
Jika persoalan ini dikonstruksikan menggunakan Pasal 372 dan 374 KUHP, menurut Suparji, harusnya unsur-unsurnya tidak terpenuhi, apalagi saham sudah dikembalikan oleh PT RUBS kepada PT BBL sebagaimana mestinya.
"Bila memang terkesan unsur awalnya ada, yaitu proses transaksi yang bukan berasal dari kejahatan. Tapi kan kemudian semuanya jadi terang-benderang dan jelas. Dalam artian tidak ada penggelapan maupun penggelapan dalam jabatan. Jadi unsur dalam 372 dan 374 sama sekali tidak terpenuhi," tutur Suparji.
Padahal banyak yurisprudensi di Mahkamah Agung, dijelaskan Supardji, yang ketika terjadi peristiwa perdata maka diselesaikan secara keperdataan. Sehingga bila dipaksakan masuk ke dalam ranah pidana, maka hal itu menjadi fakta yang mengkonfirmasi terjadinya tindakan hukum yang menyalahi kewenangan, aturan dan secara formil tidak terpenuhi untuk proses hukum lebih lanjut.
"Tidak cukup alat bukti untuk adanya penetapan tersangka," ungkap Suparji.
Sementara, Kuasa Hukum Hanifah Husein, Marudut Sianipar, menilai kliennya diduga ditekan oleh oknum penyidik Bareskrim untuk mengembalikan saham kepada PT BBL. Padahal, kehadiran kliennya pada dasarnya justru menyelamatkan PT BBL yang saat itu terlilit hutang karena tidak mampu membayar kewajiban untuk royalti dan juga jaminan reklamasi.
Bahkan Marudut mengklaim pihaknya memiliki bukti dugaan keterlibatan pihak ketiga yang ingin menguasai PT BBL, yang notabene telah diselamatkan PT RUBS dari ancaman kebangkrutan.
"Ada dugaan pihak ketiga yang kemudian muncul ingin merebut tambang BBL tersebut dengan menggunakan perangkat negara. Ini ilegal, lho. Jelas kehadiran pihak ketiga ini mengganggu atau ingin mengambil batubara dari lahan BBL dan mencoba mengintervensi perjanjian induk yang sudah dibuat oleh RUBS dan juga BBL," ungkap Marudut.
Hal itulah, kata dia, menjadi bukti bahwa Hanifah Husein dan tersangka lainnya dikriminalisasi oleh oknum penyidik Bareskrim Polri. Kondisi ini, baik menurut Marudut dan juga Supardji, tentu berimplikasi negatif terhadap iklim investasi di bisnis pertambangan Indonesia. (TSA)