"Karena diambil oleh pihak lawan, maka akhirnya akta kita yang terdaftar itu dikeluarkan, dan akta lawan yang masuk. Maka akan secara formalitas, data pihak klien kami dianggap tidak terdaftar," tutur Rusdianto.
Dengan tidak terdaftarnya pengajuan yang dilakukan oleh kliennya, mengakibatkan seluruh akta yang pernah dilahirkan saat masih terdaftar di AHU menjadi ilegal.
"Konsekuensinya mengakibatkan seluruh akta yang pernah dilahirkan ketika kita terdaftar di AHU itu menjadi 10 laporan pidana, karena dianggap ilegal. Jadi yang awalnya RUPS kita legal, karena kita dikeluarkan maka dia yang masuk. Berarti kan dapat dikatakan kita menjadi ilegal. Padahal prosesnya di Ditjen AHU itu sangat ajaib," keluh Rusdianto.
Karenanya, dengan makin rumitnya permasalahan hukum yang membelit, Rusdianto menilai bahwa intervensi dari pemegang kekuasaan tertinggi, dalam hal ini Presiden dan Menkopolhukam, adalah satu-satunya jalan keluar terakhir yang bisa dilakukan.
"Jadi kami sangat berharap agar Presiden dan Menkopolhukam segera turun tangan, karena hukum di negara ini sudah diacak-acak demi kepentingan bisnis dan kekuasaan," tegas Rusdianto. (TSA)