Dia menyebut surat itu berisi soal transaksi Rp189,27 triliun. Karena angka yang besar, lanjutnya, Kemenkeu langsung menelusuri hal tersebut dan tidak menemukan hal mencurigakan karena transaksinya dilakukan pelaku ekspor dan impor. Sesudah dilihat, tambahnya, dari Bea Cukai lalu meneliti nama-nama 15 entitas. Mereka adalah yang melakukan ekspor impor emas batangan dan emas perhiasan dan kegiatan money changers.
Dia mengatakan angka transaksi dari 15 entitas itu naik dan turun, terutama saat pandemi Covid-19 terjadi. Dia juga mengatakan sudah membahas soal surat itu dengan PPATK pada September 2020.
"Waktu Bea Cukai mengatakan tidak menemukan di Bea Cukai ada kecurigaan, maka Pajak masuk," ucapnya.
Dia mengatakan Ditjen Pajak juga menerima surat dari PPATK dengan nilai transaksi Rp 205 triliun dari 17 entitas. Ditjen Pajak, katanya, kemudian melakukan penelitian sisi pajak dari 2017 sampai 2019. Dia menyebut ada figur SB di dalam PPATK yang menyebut figur itu punya omzet Rp 8,247 triliun. Sementara, data dari SPT pajak, figur itu punya omzet Rp 9,68 triliun.
"Karena si orang ini memiliki saham di PT BSI, kita teliti BSI yang ada di dalam surat PPATK juga. PT BSI ini data PPATK menunjukkan Rp 11,77 triliun. SPT pajaknya menunjukkan, ini pajak dari 2017 hingga 2019, 3 tahun, SPT pajaknya Rp 11,56 triliun, jadi perbedaannya Rp 212 miliar. Itu pun tetap dikejar, kalau memang buktinya nyata maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100 persen," ujarnya.
"PT IKS 2018-2019, PPATK menunjukkan Rp 4,8 triliun, SPT menunjukkan Rp 3,5 triliun. Kemudian ada seseorang DY SPT-nya hanya Rp 38 miliar, tapi PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp 8 triliun," ujar Sri Mulyani.
Perbedaan data itu kemudian dipakai Ditjen Pajak memanggil pihak-pihak bersangkutan. Dia mengatakan muncu modus SB menggunakan rekening lima orang karyawannya "Termasuk kalau kita bicara transaksi ini adalah transaksi money changer," imbuhnya.
Ani menegaskan pihaknya sangat menghargai data PPATK. Ia juga menyatakan PPATK, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai selalu bertukar informasi untuk memberantas korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Sejauh ini, ada 17 kasusu tindak pidana pencucian uang di Ditjen Pajak dengan hasilnya Rp 7,88 triliun penerimaan negara. Sedangkan di Bea Cukai ada delapan kasus tindak pidana yang hasilnya Rp 1,1 triliun.
“Nah, surat PPATK tersebut yang berkaitan dengan internal Kementerian Keuangan, oknum atau pegawai Kementerian Keuangan, mulai dari Gayus itu Rp 1,9 triliun sudah dipenjara, kemudian ada lagi saudara Angin Prayitno itu disebutkan transaksinya Rp 14,8 triliun oleh PPATK itu juga sudah dipenjara," tegasnya.
(FRI)