Sementara itu, Ketua Asosiasi Daerah Penghasilan Migas dan Energi Terbarukan Ridwan Kamil menuturkan bahwa salah satu keterbatasan yang dialami pemerintah daerah adalah keterbatasan anggaran untuk menggarap lapangan migas.
Pasalnya, investasi untuk menggarap lapangan migas jauh di atas dari pendapatan asli daerah (PAD), sehingga badan usaha milik daerah yang ditunjuk tidak dapat terlalu banyak terlibat.
"Kita memperjuangkan PI [participating interest] 10 persen, karena baru Jabar, Kaltim, dan Aceh sebagai bagian dari upaya memberikan menyejahterakan daerah," ujar Ridwan.
(FRI)