sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Soal BBM Naik, Pengamat: Pemerintah Hanya Peduli Proyek IKN dan Kereta Cepat

Economics editor Michelle Natalia
04/09/2022 15:20 WIB
Pengamat kebijakan publik mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menaikkan harga BBM subsidi.
Soal BBM Naik, Pengamat: Pemerintah Hanya Peduli Proyek IKN dan Kereta Cepat (Foto: MNC Media)
Soal BBM Naik, Pengamat: Pemerintah Hanya Peduli Proyek IKN dan Kereta Cepat (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pengamat kebijakan publik mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menaikkan harga BBM subsidi. Keputusan itu hanya menambah beban masyarakat yang sudah terhimpit sejak pandemi Covid-19.  

"Langkah pemerintah ini sungguh amat kejam di tengah kondisi masyarakat yang berada di bawah himpitan ekonomi sulit dan daya beli masih sangat rendah. Pemerintah dengan teganya justru menaikkan harga BBM," ujar Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat di Jakarta, Minggu (4/9/2022). 

"Padahal kondisi saat ini di mana harga minyak dunia sedang turun mestinya pemerintah masih dapat menunda kenaikan harga BBM ini," dia menambahkan.

Menurut Achmad, kenaikan harga BBM dilakukan pada waktu yang tidak tepat, karena akan berdampak pada kenaikan harga bahan pangan dan kebutuhan masyarakat lainnya. 

"Dan masyarakat saat ini tidak siap dengan berbagai kenaikan tersebut. Masyarakat Indonesia bak sudah jatuh, lalu tertimpa tangga akibat kenaikan harga BBM ini," sambungnya. 

"Akibat dari pandemi yang menghantam ekonomi masyarakat belum usai, kini masyarakat harus dihadapkan pada berbagai kenaikan harga. Pemerintah telah benar-benar menciptakan penderitaan bagi masyarakat," ungkap Achmad.

Dampak kenaikan BBM ini, Indonesia terancam stagflasi. Kenaikan berbagai harga tidak diikuti oleh kesempatan kerja, bahkan terdapat potensi PHK besar-besaran karena pabrik-pabrik juga akan keberatan menghadapi dampak dari kenaikan harga BBM ini.

Apalagi, bantalan sosial yang digelontorkan sebesar Rp24,17 triliun tidak akan sebanding dengan tingkat risiko yang akan ditanggung atas kebijakan kenaikan BBM. 

Pemerintah bisa menggunakan defisit anggaran yang masih ada ruang di atas 3% sebagaimana UU membolehkan untuk mempertahankan subsidi BBM, dan proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM, contohnya tunda pembangunan IKN dan PMN kereta cepat.

"Ditambah lagi angka Rp24,17 triliun yang dianggarkan tersebut nyatanya tidak mencukupi bahkan BLT tersebut tidak antisipatif dengan penambahan orang miskin baru dari kelas menengah akibat kenaikan harga BBM ini," kata Achmand. 

"Terkesan pemerintah sangat kejam, dan tidak peduli dengan kondisi rakyatnya dan hanya peduli dengan proyek-proyek mercusuarnya antara lain IKN dan kereta cepat. Seharusnya pemerintah mau cari cara lain seperti memperbesar defisit APBN sehingga rakyat tidak perlu menanggung risiko ekonomi berat akibat kenaikan BBM ini," pungkasnya. (FAY)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement