Pemerintah bisa menggunakan defisit anggaran yang masih ada ruang di atas 3% sebagaimana UU membolehkan untuk mempertahankan subsidi BBM, dan proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM, contohnya tunda pembangunan IKN dan PMN kereta cepat.
"Ditambah lagi angka Rp24,17 triliun yang dianggarkan tersebut nyatanya tidak mencukupi bahkan BLT tersebut tidak antisipatif dengan penambahan orang miskin baru dari kelas menengah akibat kenaikan harga BBM ini," kata Achmand.
"Terkesan pemerintah sangat kejam, dan tidak peduli dengan kondisi rakyatnya dan hanya peduli dengan proyek-proyek mercusuarnya antara lain IKN dan kereta cepat. Seharusnya pemerintah mau cari cara lain seperti memperbesar defisit APBN sehingga rakyat tidak perlu menanggung risiko ekonomi berat akibat kenaikan BBM ini," pungkasnya. (FAY)