Franciscus menilai dengan adanya Permendag 36/2023 tentu akan sangat berdampak kepada ketersediaan premiks fortifikan untuk kebutuhan industri terigu nasional saat ini.
"Harus ada izin impor dan Laporan Surveyor, dan hal ini jadi masalah karena premiks fortifikan sendiri adalah program National mengenai Stunting (kebutuhan Gizi). Hal ini saat terhambat," sambungnya.
Disatu sisi, kebijakan penambah premiks fortikan sendiri sudah diatur lebih lama oleh aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib tepung terigu pada tahun 2000 silam. Pelaku usaha diminta menambahkan zat gizi mikro seperti zat besi (Fe), zink (Zn), asam folat, vitamin B1 dan vitamin B2 dalam memproduksi tepung terigu.
Hal itu bertujuan untuk pemenuhan gizi masyarakat dalam rangka mengentaskan stunting yang juga menjadi program Pemerintah saat ini dan kedepannya. Sehingga Fransiscus menilai Permendag 36/2023 kontradiktif dengan cita-cita pemerintah untuk menurunkan stunting tersebut.
"Kebijakkan tidak mengancam pasokan terigu, tapi mengakibatkan industri melanggar kebijakkan pemerintah terutama mengenai kebijakkan stunting," ujar Franciscus.