sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Soal Transaksi Rp349 Triliun di Kemenkeu, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Economics editor Carlos Roy Fajarta Barus
27/03/2023 12:52 WIB
Sri Mulyani memberikan penjelasan terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) seperti yang tertuang dalam UU RI Nomor 8 Tahun 2010
Soal Transaksi Rp349 Triliun di Kemenkeu, Ini Penjelasan Sri Mulyani (FOTO:MNC Media)
Soal Transaksi Rp349 Triliun di Kemenkeu, Ini Penjelasan Sri Mulyani (FOTO:MNC Media)


IDXChannel -  Menteri Keuangan RI Sri Mulyani memberikan penjelasan terkait evaluasi reformasi birokrasi dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (27/3/2023).

Dalam rapat kerja tersebut Sri Mulyani memberikan penjelasan terkait sejumlah kinerja lembaganya khususnya memberikan penjelasan terkait dugaan aliran pencucian uang yang sempat heboh karena surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebesar Rp 349 Triliun.

Sri Mulyani memberikan penjelasan terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) seperti yang tertuang dalam UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam Pasal 1 ayat 5 

Transaksi keuangan mencurigakan didefinisikan sebagai kegiatan segala sesuatu yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi, dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; dan dalam hal ini PPATK meminta untuk pelaporan dari berbagai pihak yang dianggap terlibat dengan hasil tindak pidana.

"Banyak terminologi yang kemarin muncul dari pernyataan Kepala PPATK mengenai tindak pidana asal, seolah-olah tindak pidana asal karena ada dua instansi di Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan dan tugas melakukan langkah-langkah penanganan tindak pidana asal, sering masyarakat confuse dipersepsikan seolah-olah tindak pidana itu berasal dari Pajak dan Bea Cukai," ujar Sri Mulyani.

Padahal kata Sri Mulyani segala tindak pidana apakah itu korupsi, penyuapan, narkoba, psikotropika, penyelundupan, tenaga kerja, di bidang perbankan, di kepabeanan, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, dan prostitusi memiliki tindak pidana asal.

"Di kementerian keuangan ada dua instansi yang memiliki tugas sebagai penyidik pegawai negeri sipil yaitu pajak dan bea cukai. Sehingga apabila ada tindak pidana yang ditenggarai dalam domain Kementerian Keuangan, maka PPATK akan merefer ke kami," jelas Sri Mulyani.

Meskipun demikian Sri Mulyani mengungkapkan tindak pidana asal banyak yang menyangkut hal-hal yang merupakan kewenangan aparat penegak hukum lainnya.

Sedangkan TPPU berdasarkan Pasal 3 menurut UU ini maknanya adalah setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Kemudian di dalam Pasal 4 makna TPPU yakni setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

"Ini untuk memberikan scope nya terlebih dahulu sebelum kami masuk pada surat PPATK yang menjadi heboh di masyarakat," ucap Sri Mulyani.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, setidaknya ada 300 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) tentang transaksi mencurigakan bernilai Rp 349 triliun di institusi Kementerian Keuangan RI.


(SAN)

Advertisement
Advertisement