IDXChannel - Sulitnya mendapatkan solar bersubsidi memaksa para nelayan di Kota Medan, Sumatera Utara, menggunakan solar industri untuk tetap bisa melaut. Kondisi itu pun membuat biaya produksi mereka naik hingga 100 persen.
Demikian dikatakan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Medan, Abdul Rahman saat dihubungi MPI, Kamis (7/4/2022) malam.
"Ya terpaksa beli solar industri. Mau nelayan besar mau kecil. Sudah 2 bulan ini kita sulit mendapatkan solar. Beberapa hari terakhir makin parah," kata Atan --panggilan akrab Abdul Rahman.
Atan menjelaskan mereka terpaksa membeli solar industri karena harus tetap melaut. Baik untuk tetap menghidupi keluarga maupun untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain.
"Kalau kapal besar itu pekerjanya bisa sampai 30 orang. Kalau enggak melaut mau dapat uang dari mana. Nelayan kecil juga begitu. Lagipula perusahaan pemilik kapal juga harus membayarkan kewajiban (pinjaman) mereka ke bank. Kalau kapal enggak jalan mau dibayar pakai apa," ungkapnya.
Berdasarkan ketetapan pemerintah, nelayan adalah kelompok usaha sasaran penerima solar subsidi. Namun mereka terjebak dalam kondisi kelangkaan solar yang ditengarai terjadi akibat penyalahgunaan solar subsidi ke industri yang harusnya mengkonsumsi solar industri yang harganya lebih mahal.
Ironisnya, sambung Atan, peningkatan biaya produksi akibat menggunakan solar industri berbanding terbalik dengan hasil yang mereka dapatkan.
"Kalau kapal besar itu setidaknya sekali jalan dulu cukup Rp20 juta. Sekarang bisa sampai Rp40 juta. Tapi (kenaikan) hasilnya enggak sebesar itu," sebutnya.
"Memang jumlah nelayan yang melaut berkurang karena solar sulit didapat. Tapi faktor alam (cuaca buruk) membuat hasil tangkapan berkurang. Belum lagi soal perijinan (wilayah tangkapan). Harga di pasar juga enggak naikkan," tambahnya.
Atan pun berharap pemerintah segera mencarikan solusi untuk para nelayan. Salah satunya dengan kembali mengaktifkan stasiun pengisian solar khusus untuk nelayan (SPDN) di untuk memudahkan para nelayan mendapatkan solar.
"Dulu ada SPDN milik AKR. Kita harap bisa diaktifkan kembali dan ditambah jumlahnya," pungkasnya.
(IND)