IDXChannel - George Soros, investor dan ekonom yang sempat menggegerkan dengan aksi ‘mengeruk untung’ saat krisis 2008 kembali menarik perhatian publik.
Melansir Financial Times, ia menyarankan Perdana Menteri (PM) Inggris baru, Rishi Sunak, untuk segera mengambil langkah konservatif dalam menyelamatkan ekonomi negeri monarki tersebut melalui penerbitan perpetual bonds atau obligasi abadi.
“Untuk mengatasi masalah ini, ia memiliki alat yang berguna yakni menerbitkan obligasi abadi. Obligasi jenis ini memiliki sejarah panjang di Inggris,” kata Soros mengutip Financial Times.
Menurut Soros, perang yang terjadi di masa lalu ini tidak ada artinya dibandingkan dengan tekanan global yang disebabkan oleh Covid-19.
Keuntungan utama dari obligasi abadi adalah bahwa nilai pokok pinjaman (principal) tidak pernah harus dilunasi. Hanya kupon atau bunga yang harus dibayar saat obligasi beredar.
Lingkungan suku bunga saat ini mungkin bukan waktu terbaik untuk menerbitkan obligasi abadi karena kuponnya akan agak tinggi.
Soros menambahkan, obligasi abadi adalah alat yang ideal untuk digunakan untuk menyelesaikan krisis keuangan yang serius seperti saat ini. Tidak harus membayar kembali nilai pokok memberikan keuntungan luar biasa dan bisa membantu memecahkan krisis perumahan dan pensiun yang saat ini membelit Inggris.
Apa Itu Obligasi Abadi?
Obligasi abadi adalah jenis obligasi yang tidak biasa yang tidak memiliki tanggal jatuh tempo. Dalam obligasi abadi, investor tidak akan mendapatkan kembali modal atau nilai pokok mereka, tetapi pembayaran bunga akan terus berlanjut selamanya.
Saat berinvestasi dalam obligasi, biasanya ada tanggal jatuh tempo. Saat itulah investasi pokok dibayarkan dan pembayaran bunga berakhir. Namun, obligasi abadi tidak memiliki tanggal akhir.
Obligasi abadi dapat memberikan jangka waktu pengembalian selama beberapa dekade, abad, atau lebih lama.
Dalam salah satu contohnya, Universitas Yale mengakuisisi perpetual Dutch water bond tahun 1648 yang ditulis pada kulit kambing pada tahun 2003 lalu.
Obligasi tersebut diterbitkan oleh Hoogheemraadschap Lekdijk Bovendams, Otoritas Perairan Belanda yang terdiri dari pemilik tanah dan warga terkemuka yang mengelola tanggul, kanal, dan bentangan sepanjang 20 mil dari sungai Rhine yang disebut Lek.
Obligasi abadi Yale ini ditulis di atas kulit kambing dan diterbitkan pada tanggal 15 Mei 1648 kepada Tuan Niclaes de Meijer untuk 1.000 Carolus Gulden per lembar. Adapun Carolus Gulden adalah koin tua yang dicetak pada masa Kaisar Charles V dan dinamai menurut namanya.
Menurut persyaratan aslinya, obligasi abadi ini akan membayar bunga 5% selamanya. Berdasarkan arsip Yale University, suku bunga dari obligasi ini sempat diturunkan menjadi 3,5% dan kemudian 2,5% selama abad ke-17.
Universitas Yale berusaha mempertahankan status obligasi abadi ini sebagai artefak yang berfungsi dari Zaman Keemasan keuangan Belanda. Otoritas Perairan Belanda membayar Universitas Yale sebesar 136,20 euro untuk bunga, setara dengan USD153.
Sementara menurut Soros, obligasi abadi pertama kali dikeluarkan pada 1752, dan kemudian digunakan untuk mengkonsolidasikan utang yang terakumulasi selama Perang Napoleon. Itulah sebabnya jenis obligasi ini juga disebut obligasi konsol.
Ekonomi Inggris Bisa Selamat dengan Obligasi Abadi?
Sebelumnya, gonjang-ganjing ekonomi Inggris dipicu oleh sejumlah kondisi. Salah satunya adalah dana pensiun yang sedang berjuang untuk mengelola portofolio gilt yield atau obligasi pemerintah Inggris karena terdampak kenaikan suku bunga.
Saat ini, gilt yield 10-tahun Inggris berada di level 3,6%, terendah dalam lima minggu terakhir di tengah besarnya harapan terhadap pemerintah baru untuk menenangkan pasar keuangan. (Lihat grafik di bawah ini)
Terlebih Bank of England (BoE) melakukan intervensi membeli gilt jangka panjang dengan uang tunai berbunga jangka pendek, yang membuat bank semakin terikat.
Dengan menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi, BoE secara bersamaan menaikkan biaya pendanaan dan menurunkan harga gilt. Jika digabungkan, ini akan menghasilkan kerugian besar bagi sektor perbankan.
Gejolak politik juga sempat melanda negara yang dipimpin oleh Raja Charles III itu.